KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten farmasi PT Kalbe Farma Tbk masih mencatatkan kinerja yang positif sepanjang sembilan bulan pertama 2020. Emiten dengan kode
KLBF itu membukukan kenaikan baik dari sisi
top line maupun
bottom line. "Dampak Covid-19 menyebabkan Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif di kuartal kedua dan ketiga tahun 2020, tetapi perseroan dapat mempertahankan pertumbuhan penjualan dan laba bersih yang positif," kata Direktur Keuangan Kalbe Farma Bernadus Karmin Winata dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Jumat (30/10). Mengutip laporan keuangannya,
KLBF mengantongi penjualan bersih sebesar Rp 17,10 triliun dalam sembilan bulan pertama 2020. Realisasi ini naik 1,60 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019.
Baca Juga: Ini update terbaru pengembangan vaksin Covid-19 di Indonesia Kenaikan penjualan
KLBF ditopang oleh segmen produk kesehatan, nutrisi, dan distribusi logistik. Di antara ketiganya, kenaikan produk kesehatan paling signifikan hingga 4,71% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 2,89 triliun. Kendati peningkatannya paling tinggi, kontribusi yang disumbangkan terhadap penjualan bersih tidak sebesar segmen distribusi logistik yang mencapai 32,2%. Segmen produk kesehatan hanya berkontribusi 16,9%. Asal tahu saja, hingga kuartal III 2020 penjualan dari segmen distribusi logistik tercatat Rp 5,50 triliun. Jumlah ini meningkat 3,58% dari periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, peningkatan penjualan yang paling mini dirasakan oleh segmen nutrisi yakni 1,8% yoy menjadi Rp 2,89 triliun. Walau pertumbuhannya paling mini, segmen nutrisi berkontribusi hingga 28,9% terhadap penjualan bersih. Dengan kata lain, lebih besar jika dibandingkan dengan kontribusi produk kesehatan. Di antara segmen-segmen penjualan yang dimiliki KLBF, anggota indeks
Kompas100 ini, hanya obat resep yang mengalami penurunan. Tercatat, hingga kuartal III 2020, penjualan segmen ini menjadi Rp 3,77 triliun atau terkikis 3,33% yoy Asal tahu saja, sepanjang Januari hingga September 2020, kenaikan
bottom line KLBF lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penjualan bersihnya. Perusahaan mengantongi laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk hingga Rp 2,03 triliun. Nilai itu naik 5,73% yoy dari Rp 1,92 triliun di periode yang sama 2019 lalu. "Pertumbuhan laba bersih yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penjualan bersih terutama disebabkan oleh peningkatan efisiensi di biaya operasional dan tarif pajak yang lebih rendah," jelas Bernadus. Lebih lanjut manajemen
KLBF menjelaskan, di tengah pandemi pihaknya memang berupaya mengelola keuangan yang berhati-hati dan seksama. Sehingga, dapat secara konsisten mempertahankan posisi keuangan yang kuat. Adapun ke depannya, Kalbe Farma akan meningkatkan layanan, memproduksi dan menyediakan produk-produk yang dapat meningkatkan kesehatan masyarakat. Selain itu,
KLBF akan menggabungkan strategi pengelolaan portofolio produk, mengelola efektivitas kegiatan penjualan dan pemasaran, serta melakukan transformasi pemanfaatan teknologi digital. Manajemen
KLBF juga akan memonitor biaya-biaya operasional lainnya untuk mempertahankan tingkat laba bersih.
Baca Juga: KLBF Pasarkan Remdesivir, Ini Estimasi Kontribusinya Terhadap Kinerja Keuangan Kalbe Asal tahu saja, melihat kondisi pandemik Covid-19 yang akan berlanjut sampai akhir tahun,
KLBF merevisi target pertumbuhan penjualan bersih tahun 2020 sebesar 4% hingga 6% dengan proyeksi pertumbuhan laba bersih sekitar 8% hingga 10%. Sekadar informasi, hingga kuartal III 2020 ini KLBF memiliki total aset Rp 22,45 triliun. Jumlah ini naik dibanding akhir tahun lalu yang tercatat 20,26 triliun.
Sementara itu, total liabilitas meningkat 27,53% menjadi Rp 4,55 triliun dan total ekuitas meningkat 7,12% menjadi Rp 17,9 triliun. Kenaikan yang signifikan dari sisi liabilitas itu dipicu peningkatan total liabilitas jangka pendek. "Terutama disebabkan oleh kenaikan utang bank jangka pendek untuk menunjang kegiatan operasional perseroan," jelas manajemen
KLBF dalam keterbukaan informasinya. Menilik laporan keuangannya, utang bank jangka pendek memang meningkat drastis menjadi Rp 812,82 miliar dari sebelumnya Rp 19,42 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari