KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski pasarnya sangat menjanjikan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) merasa kinerja industri otomotif cenderung stagnan dalam beberapa tahun terakhir. Plt Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronik (ILMATE) Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika mengatakan, industri alat angkut menjadi motor utama pertumbuhan PDB industri pada tahun 2023 dengan pertumbuhan sebesar 7,63% atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan sektor industri secara keseluruhan. Pertumbuhan industri alat angkut tersebut tidak terlepas dari kontribusi sektor otomotif.
Baca Juga: Insentif Fiskal Dinilai Penting untuk Mendongkrak Pasar Mobil Namun demikian, dalam 10 tahun terakhir, penjualan untuk kendaraan mobil di pasar domestik masih cenderung bertahan pada angka 1 juta unit. Bahkan, memasuki tahun 2024, penjualan mobil cenderung mengalami perlambatan. Merujuk data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan wholesales (pabrik ke dealer) mobil nasional merosot 19,4%
year on year (YoY) menjadi 408.012 unit pada Januari-Juni 2024, dari realisasi periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 506.427 unit. Setali tiga uang, penjualan retail (dealer ke konsumen) mobil nasional terkoreksi 14% yoy menjadi 431.987 unit pada Januari-Juni 2024, dari sebelumnya 502.533 unit.
Baca Juga: Ungguli Mercedes dan Porsche, BMW Catatkan Penjualan Tertinggi “Tentunya diperlukan langkah-langkah strategis untuk dapat meningkatkan penjualan tersebut,” ujar Putu dalam keterangan resmi, Rabu (10/7). Merujuk kajian akademisi dari LPEM UI, stagnasi penjualan mobil di Indonesia dipengaruhi penurunan daya beli masyarakat, sehingga menyebabkan masyarakat yang tidak dapat membeli mobil baru beralih untuk membeli mobil bekas. Dalam upaya mengatasi hal tersebut, Kemenperin menilai bahwa diperlukan suatu program untuk menstimulus pembelian mobil baru di masyarakat. "Tentunya, pemberian stimulus harus tetap mengedepankan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon,” tutur Putu.
Baca Juga: Penjualan Mobil Nasional Kembali Anjlok pada Akhir Semester I-2024 Putu menyebutkan, penjualan domestik dan produksi mobil di Indonesia mencapai nilai tertinggi pada 2013. Hal tersebut dipengaruhi oleh kenaikan pendapatan perkapita Indonesia pada tahun 2011-2013, serta diluncurkannya program Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2). Selanjutnya, pada 2021-2022 juga terdapat lonjakan penjualan yang dipengaruhi oleh implementasi program Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP). Implementasi program PPnBM DTP telah meningkatkan volume penjualan di tahun 2021 di angka 887.000 unit, dibandingkan dengan penjualan di tahun 2020 sebesar 532.000 unit. Volume penjualan pada tahun 2022 bahkan mencatatkan angka 1,048 juta unit, lebih tinggi dari angka penjualan sebelum pandemi di 2019 sebesar 1,03 juta unit.
Baca Juga: Industri Otomotif Masih Sulit Berlari “Terkait dengan upaya peningkatan penjualan mobil baru saat ini, dengan berkaca pada success story program sebelumnya, langkah yang dapat dilakukan adalah memberikan insentif fiskal bagi kendaraan yang diproduksi di dalam negeri,” ungkap Putu. Pemberian insentif tersebut diberikan kepada kendaraan dengan persyaratan
local purchase atau TKDN tertentu dan mengutamakan jenis-jenis kendaraan rendah emisi karbon untuk tetap mengedepankan target kita bersama yaitu memajukan industri komponen dalam negeri dan menciptakan industri
net zero emission. Selain itu, dukungan terkait pengendalian suku bunga juga dapat menjadi salah satu langkah untuk memberikan pemicu kepada masyarakat agar dapat membeli kendaraan roda empat baru.
Baca Juga: Menanti Insentif untuk Mobil Hybrid “Berkaitan dengan penurunan daya beli masyarakat, pelonggaran suku bunga untuk pembelian mobil baru secara kredit dapat menjadi salah satu opsi untuk mengembalikan minat masyarakat untuk dapat membeli mobil baru,” terang Putu. Lebih jauh lagi, untuk mengurangi dampak lingkungan serta meningkatkan tingkat keamanan penggunaan kendaraan, selaras dengan upaya peningkatan penjualan mobil baru di dalam negeri, pemerintah dapat memberlakukan pengaturan khusus terkait pembatasan usia pakai mobil di daerah tertentu. “Dengan pengimplementasian upaya-upaya tersebut, diharapkan akan terjadi stimulasi yang dapat meningkatkan angka penjualan mobil baru di Indonesia,” tegas Putu. Sementara itu, pengamat otomotif LPEM UI Riyanto menegaskan, pasar mobil domestik rata-rata tumbuh 21,3% selama 2000-2013 karena ditopang oleh kenaikan pendapatan per kapita sebesar 28,2%. Selanjutnya, selama 2013-2022, pendapatan per kapita hanya naik 3,65%, sehingga pasar mobil turun rata-rata 1,64% per tahun.
Baca Juga: Honda Pertimbangkan Berbagai Faktor Sebelum Mengerek Harga Jual Mobil Riyanto mengusulkan dua solusi, yakni jangka pendek dan jangka panjang, untuk keluar dari jebakan pasar mobil 1 juta unit. Dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi nasional perlu ditingkatkan menjadi 6% per tahun melalui reindustrialisasi. Hal ini agar porsi sektor manufaktur terhadap PDB bisa mencapai 25%-30% atau lebih, sehingga akan mendongkrak pendapatan per kapita kelompok upper middle naik ke kelas affluent. Dalam jangka pendek, pemerintah perlu merilis stimulus fiskal agar kelompok upper middle yang hampir masuk kategori makmur dapat membeli mobil baru.
Bentuknya bisa diskon PPnBM bagi kendaraan LCGC dan low MPV 4x2. “Pada saat yang sama, perlu dirancang program mobil murah atau penyegaran program KBH2 (LCGC),” ujarnya. Menurut Riyanto, diskon PPnBM akan mendongkrak penjualan mobil, karena harga turun. Ini akan mendongkrak produksi mobil dan suku cadang. Imbasnya, terjadi kenaikan PPN, PKB, dan BBNKB. PPh badan dan PPh orang pribadi bakal terdongkrak. Selain itu, kenaikan penjualan mobil juga mendongkrak ekonomi nasional, berupa penambahan PDB, tenaga kerja, dan investasi. Hal ini juga berujung pada peningkatan PPh badan dan PPh orang pribadi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto