Penjualan Ritel AS Menyusut 2,7%



WASHINGTON. Penjualan di ritel AS terjungkal dua kali lebih besar dari yang diprediksikan di bulan Desember. Hilangnya pekerjaan dan terkurasnya kredit membikin orang-orang Amerika harus mengurangi belanjaannya, mulai dari pembelian kendaraan hingga makan di luar. Data penjualan ritel AS yang dibeberkan pemerintah menunjukkan kemerosotan sebesar 2,7% dan mencatatkan penurunan berturut-turut hingga bulan ke-enam. Penurunan yang cukup besar dan lama ini memecahkan rekor sejak pendataan dimulai tahun 1992. Awalnya, penjualan ritel diprediksikan hanya akan amblas 1,2% saja setelah sebelumnya penjualan di sektor ini anjlok 1,8%. Perkiraan ini merupakan prediksi tengah dari 78 ekonom yang diisurvei oleh Bloomberg. Angka-angka yang mencuat hari ini mengindikasikan bahwa resesi juga mencekik pengeluaran; bahkan lebih dalam dari yang diprediksikan semula dan juga menggiring saham-saham yang diobral murah. Hilangnya 2,6 juta pekerjaan, jatuhnya harga properti dan nilai saham yang anjlok tak pelak berdampak pada penjualan sejumlah ritel AS, dari Wal-Mart Stores Inc. hingga Tiffany & Co. Menurut data yang dilansir hari ini, penjualan di musim liburan lalu anjlok 21% dan membuat perusahaan ritel harus mengoreksi prediksi pendapatannya. "Rupanya penghematan sedang terjadi," kata Joshua Shapiro, Chief Economist Maria Fiorini Ramirez Inc. di New York. Menurutnya, kebijakan yang bisa dilakukan pada tahap sekarang ini hanyalah akan menutup permasalahan ini. Namun, kebijakan tersebut tak akan mampu membikin gebrakan untuk sektor ini. Departemen Perdagangan juga melaporkan bahwa persediaan di semua sektor bisnis di bulan November anjlok 0,7%. Sedangkan persediaan untuk ritel menyusut 1,7% seperti gerai furnitur dan dealer otomotif. Hal ini mempercepat kemerosotan ritel secara keseluruhan. Pembelanjaan, tidak termasuk kendaran roda empat, menyusut 3,1%, paling besar sejak pendataan ini dimulai. Padahal, para ekonom hanya memperkirakan penurunan pembelanjaan tak lebih dari 1,4% saja. Menurut The Fed, anjloknya pengeluaran konsumen ini disebabkan oleh lemahnya perekonomian yang menyelimuti hampir seluruh area di AS. Mau tak mau, ritel harus berkompromi dengan cara mendiskon harga barang secara besar-besaran selama musim liburan. Padahal, tekanan pengupahan atau penggajian terhadap pekerja di sektor ritel tak kalah besar.

Sebanyak 11 dari 13 kategori utama di sektor ritel mencatatkan penurunan, dipimpin oleh anjloknya penjualan bensin sebesar 16%. Menyusutnya penjualan di gerai bahan pangan merupakan yang paling besar sejak April 2002 dan berkurangnya acara makan di luar membuat restoran harus kehilangan penghasilannya yang paling besar sejak September 2001. "Semester pertama tahun ini akan menjadi tantangan yang luar biasa bagi kami," kata Chief Executive Officer Wal-Mart , H. Lee Scott, yang berbicara di forum para peritel minggu ini di New York City. Ia menambahkan, "Beberapa orang mengurangi acara makan di luar, beberapa orang juga menahan untuk tidak menonton bioskop, dan beberapa orang juga menahan diri untuk tidak belanja. Ini adalah perubahan yang sangat fundamental, namun akan berkelanjutan," katanya. Tak mengherankan. tingkat pengangguran di AS kian menggemuk menjadi 7,2% bulan lalu, level yang paling tinggi dalam 16 tahun terakhir ini. Yang lebih celaka lagi, perusahaan masih akan terus merumahkan karyawannya tahun ini. Potret kondisi perekonomian ini kemungkinan akan semakin memburuk di kuartal keempat tahun lalu, seiring dengan menciutnya investasi bisnis.


Editor: