Penjualan rumah semester I-2014 tembus Rp 8,3 T



JAKARTA. Transaksi penjualan 30 proyek perumahan di Jadebotabek yang tercatat dalam keranjang penelitian Cushman and Wakefield Indonesia selama semester I tahun 2014 menembus angka Rp 8,3 triliun. Angka transaksi itu relatif menurun dibandingkan pencapaian pada semester I tahun 2013 senilai Rp 8,35 triliun. 

Penurunan tersebut disebabkan oleh implementasi peraturan Bank Indonesia (BI) mengenai kenaikan suku bunga, dan uang muka. Peneliti dan penasihat riset Cushman and Wakefield Indonesia, Anindya Prayascitta Samesti, mengungkapkan rata-rata penjualan rumah pada enam bulan pertama mencapai 100 unit per bulan per perumahan. Jumlah berkurang sebanyak 13 unit atau minus 11 persen dibandingkan dengan rerata penjualan pada semester I tahun lalu.

"Kontribusi terbesar penjualan perumahan berasal dari Tangerang yang dipimpin oleh Paramount Serpong, dan Summarecon Serpong serta Jakarta. Disusul Bogor, dan Depok, kemudian Bekasi," ujar Anindya. 


Hasil riset tersebut menyebutkan, mayoritas transaksi penjualan masih berasal dari segmen atas, yaitu sebesar 30 persen dari total transaksi, atau sedikit lebih lebih banyak dari segmen menengah atas yakni 29%.

Menurut  Senior Associate Director and Head of Research & Advisory Cushman & Wakefield Indonesia, Arief N Rahardjo, rumah paling diminati pasar seharga Rp 2,3 miliar sampai Rp 4,8 miliar dengan luas bangunan 195-269 meter persegi, dan luas tanah 220-300 meter persegi.

"Sementara rumah segmen menengah tercatat sebanyak 24 persen dari total transaksi. Harga unit berkisar antara Rp 876 juta hingga Rp 1,2 miliar dengan luas bangunan 47 meter persegi hingga 90 meter persegi dan luas tanah 62-105 meter persegi yang paling diminati," tandas Arief.

Adapun untuk segmen bawah menempati porsi 28,48%. Tipe paling diincar konsumen adalah rumah senilai Rp 161 juta hingga Rp 380 juta dengan dimensi bangunan 33-34 meter persegi dan luas lahan 78-90 meter persegi.

Menariknya, lanjut Arief, akibat pemberlakuan kenaikan suku bunga dan uang muka tersebut, pembeli unit-unit rumah semakin terseleksi. Sebelumnya, komposisi pembeli investor dan spekulator mendominasi. Mereka banyak yang memanfaatkan kredit pemilikan rumah (KPR).

"Tapi, kini pembeli end user dengan KPR justru mayoritas," tandas Arief.

Pasokan melambat 

Secara umum, pertumbuhan perumahan selama semester I 2014 mengalami penurunan 20 persen. Selain kebijakan BI, pengetatan mortgage bank ke pengembang yang dikucurkan secara bertahap sesuai progres pembangunan fisik, juga menjadi penyebab pasokan tersendat.

"Kondisi politik 2014 semakin memicu pasar atau calon pembeli ragu-ragu melakukan transaksi," ujar Arief.

Jadi, hingga akhir 2014, meski angka transaksi masih baik, namun pengembang akan sangat hati-hati meluncurkan klaster baru. Pasalnya, permintaan akan tereduksi sekitar 9 persen. (Hilda B Alexander)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto