Penjualan Semen Naik di Januari, Intip Rekomendasi Saham SMGR dan INTP



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Industri semen tanah air mencatat kinerja positif di awal tahun 2024. Volume penjualan semen nasional sepanjang Januari 2024 mencapai 5,06 juta ton.

Realisasi ini naik 3,1% secara tahunan atau secara year-on-year (YoY), akan tetapi menurun 18,8% secara bulanan atau month-on-month (MoM).

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andreas Saragih menilai, kontraksi volume penjualan secara bulanan disebabkan oleh peningkatan curah hujan dan lemahnya realisasi anggaran kegiatan konstruksi. Ditambah, adanya  sentimen dari pemilihan presiden.


Realisasi penjualan pada Januari 2024 menyumbang 7,7% dari proyeksi penjualan semen Andreas. Dia memperkirakan volume penjualan semen tahun ini akan mencapai 65,6 juta ton.

Andreas memperkirakan volume penjualan semen nasional pada Februari 2024 akan mencapai sekitar 4,6 juta ton atau naik 2,6% secara YoY. Tetapi prediksi ini turun 9% secara bulanan.

Baca Juga: Penjualan Semen Naik pada Awal Tahun, Begini Rekomendasi Saham INTP

Pertumbuhan volume penjualan secara tahunan akan didorong oleh masuknya perhitungan volume penjualan Semen Grobogan. Namun, kontraksi penjualan secara bulanan disebabkan oleh berkurangnya hari kerja bulan ini, tingginya curah hujan dan banjir di beberapa daerah, serta realisasi anggaran infrastruktur yang masih lesu

Mirae Asset Sekuritas mempertahankan rating overweight untuk sektor Semen. Pilihan utama alias top picks di sektor semen adalah saham PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), diikuti oleh PT Semen Indonesia Tbk (SMGR).

INTP  dinilai akan mengalami pertumbuhan kinerja yang lebih besar dibanding SMGR, didukung oleh produksi dari aset yang baru diakuisisi dan melemahnya harga komoditas energi.

Dia menyematkan rekomendasi buy saham INTP dengan target harga Rp 12.825 dan merekomendasikan buy saham SMGR dengan target harga Rp 8.025 per saham. Risiko dari rekomendasi di sektor semen mencakup kemungkinan penurunan permintaan, strategi penetapan harga yang tidak menguntungkan, dan naiknya harga komoditas energi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati