KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penjualan surat berharga syariah negara (SBSN) alias sukuk ritel seri SR018 diprediksi akan melampaui penjualan Savings Bond Retail (SBR) seri SBR012. Sebagai informasi, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dijadwalkan akan merilis SBSN ritel seri SR018 pada 3 Maret hingga 29 Maret 2023. Sebelumnya, penjualan SBR seri SBR012 yang berlangsung pada 19 Januari-9 Februari 2023 tercatat sebesar Rp 22,18 triliun.
Baca Juga: SR018 Dirilis 3 Maret 2023, Kemenkeu Optimistis Minat Masyarakat Cukup Tinggi Perolehan itu lebih tinggi 59,5% dibandingkan dengan perolehan penjualan SBR011 yang sebesar Rp 13,91 triliun yang ditawarkan pada 23 Mei-16 Juni 2022. Selain itu, penerbitan SBR012 kemarin juga menjadi rekor tertinggi penjualan Surat Berharga Negara (SBN) retail
non-tradeable secara keseluruhan. Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto memprediksi, penjualan SR018 akan melampaui perolehan yang diterima SBR012. “SR018 nanti seharusnya bisa lebih banyak peminatnya dan bisa melampaui SBR012, yaitu di atas Rp 22 triliun,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (16/2). Menurut Ramdhan, minat investor terhadap SR018 seharusnya akan tinggi. Sebab, pendalaman pasar obligasi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sangat bagus. “Kita punya potensi pasar yang luas dengan demografi yang mendukung pendalaman pasar obligasi,” ungkapnya. Ramdhan mengungkapkan, bunga SR018 lebih menarik daripada bunga yang diberikan oleh perbankan. “Pajaknya juga berbeda dengan deposito. SR018 pungutan pajaknya hanya 10%, tetapi deposito pajaknya 20%,” ungkapnya.
Baca Juga: Setelah SBR012, Ini Jadwal Penerbitan Sukuk Ritel SR018 Selain itu, SR018 sifatnya tradable dengan kupon yang masih menarik, yaitu 6,25%. Ramdhan mengatakan, SR018 dijamin negara, sehingga risiko likuiditasnya terjamin. “Hal itu membuat masyarakat dan investor menjadi merasa lebih aman,” paparnya.
Menurut Ramdhan, tingginya penjualan SR018 nantinya juga didukung oleh sosialisasi produk obligasi yang masih terus berlanjut. Dalam 4 tahun hingga 5 tahun terakhir, kata Ramdhan, hampir sepanjang tahun ada penerbitan Surat Utang Negara (SUN). Kondisi itu merupakan peningkatan jika dibandingkan dengan 10 tahun lalu yang dalam setahun hanya ada dua kali penerbitan. “Kondisi 10 tahun yang lalu itu menghambat proses pembelajaran dan sosialisasi. Karena saat ini sosialisasinya jalan, jumlah investor pun jadi bertambah,” paparnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi