KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Royke Tumilaar telah dipastikan tak lagi menjabat sebagai Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). Hal tersebut diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2025 pada Rabu (26/3). Pasca lengser, Royke pun mengungkapkan masih ada tantangan yang perlu dihadapi BNI ke depannya. Utamanya, masalah likuiditas ketat yang menyebabkan cost of fund yang tinggi. Ia bilang secara global, volatilitas dan ketidakpastian ekonomi cukup tinggi. Padahal, ada kepentingan pembiayaan hilirisasi yang membutuhkan dolar AS cukup tinggi.
“Perbankan ini rata-rata LDR-nya tinggi, Jadi kan harus menaikkan DPK," ujar Royke saat ditemui pasca RUPS, Rabu (26/3). Baca Juga: BNI Tetapkan Dividen Rp 13,9 Triliun, Pemegang Saham Raup Cuan Ia menjelaskan, perbankan perlu mencari sumber-sumber baru untuk mengumpulkan DPK. Misalnya, salah satu sumber yang dapat menumbuhkan DPK adalah adanya pengeluaran pemerintah yang cepat. Selain itu, Royke bilang bank juga perlu cepat-cepat cari pendanaan dolarnya lebih kencang. Tentunya dengan memperhatikan cost of fund dari bank itu sendiri. Ia menyadari saat ini cost of fund di BNI juga masih tergolong tinggi. Artinya, pekerjaan manajemen baru perlu menjaga agar itu tidak naik lagi. “Kalau yang lain sih fundamentalnya bagus,” tandasnya.