Penerapan GCG di perusahaan masih rendah



JAKARTA. Jajaran pengendali perusahaan penting untuk memiliki Good Corporate Governance (GCG). Selain bisa menjadi bekal diri dalam menahkodai perusahaan, pengetahuan itu juga bisa membuat pekerjaan menjadi makin efektif. Tak ayal, bila diterapkan dengan benar, pengetahuan tersebut bisa membuat perusahaan makin besar.

Prinsip Tata Kelola Perusahaan OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) telah banyak digunakan secara luas sebagai tolak ukur internasional. Khususnya untuk tata kelola perusahaan sejak di awal perumusannya. Prinsip-prinsip ini disahkan oleh para pemimpin KTT 620 pada tahun 2015 dan sekarang berfungsi sebagai satu standar global corporate governance (CG), yang juga diadopsi oleh Dewan Bank Dunia dan Financial Stability Board sebagai standar utama mereka.

Hal ini memberikan rekomendasi bagi pembuat kebijakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki kerangka hukum, peraturan dan kelembagaan untuk tata kelola perusahaan. Tujuannya nanti mendukung efisiensi ekonomi, pertumbuhan berkelanjutan dan stabilitas keuangan.


Sidharta Utama, Pembina Indonesia Institute for Corporate Directorship (IICD) menyatakan, pentingnya pengetahuan GCG bagi pihak yang menjalankan roda bisnis. Pasalnya, manfaat yang akan diperoleh nantinya akan kembali pada mereka. "Itu masih menjadi tantangan, bagaimana memberikan edukasi kepada mereka," ujar pria yang juga duduk sebagai Komisaris Independent Astra International Tbk itu.

Catatan tahun sebelumnya, saat ini dari 50 perusahaan besar yang di Asia Tenggara, baru dua perusahaan asal Indonesia yang masuk. Sementara itu, Thailand mencatatkan rekor sebagai negara terbanyak yakni 23 perusahaan Thailand masuk sebagai top GCG. "Beberapa waktu terakhir banyak peningkatan. Tapi tahun 2000an sampai 2010, Indonesia masih ketinggalan. Dibandingkan dengan negara tetangga. Namun dalam beberapa waktu terakhir OJK banyak melakukan inisiatif," tambahnya.

Sardjito, Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal OJK menyatakan, penerapan GCG ini kepada emiten akan membuat perusahaan di Indonesia makin kompetitif di ASEAN. Bukan berarti tidak memiliki perusahaan yang baik, hanya saja regulasi tersebut perlu diatur. "Oleh karena itu, sejak 2014 sampai 2016, kami keluarkan aturan-aturan yang nantinya mendukung penilaian. Nanti, pada tahun mendatang bila ada evaluasi di Kawasan Asean bukan hanya dua perusahaan saja dari Indonesia," imbuh Sardjito.

Bila perusahaan di Indonesia nanti memiliki pengelolaan perusahaan yang baik, akan menarik minat investor. Kemudian, akan ada inflow investasi yang akan masuk ke Indonesia. Oleh karena itu, dia memandang pengelolaan yang baik pada perusahaan menjadi syarat yang tak boleh terlewatkan. "Aturan regulasi kami, akan memaksa mereka supaya bisa menjadi perusahaan yang lebih baik," kata dia.

Impelementasi terdekat saat ini, pada akhir 2017 tersebut OJK akan menggenjot regulasi yang telah dikeluarkan. Perusahaan tersebut mau tidak mau harus menaati aturan tersebut. Pasalnya, juga untuk kebaikan perusahaan itu sendiri. "Yang terakhir adalah peraturan apakah perusahaan tersebut memiliki kebijakan anti korupsi atau tidak," ujarnya.

Dua perusahaan Indonesia yang masuk kategori baik tersebut, terdiri dari sektor perbankan. Yakni CIMB Niaga dan Danamon pada tahun 2015. Pasalnya, sektor ini memiliki aturan yang ketat. Selain menghimpun dana dari pasar modal, perbankan juga menghimpun dana dari masyarakat, alhasil regulasi yang mengatur pun sangat ketat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini