Apresiasi yang terjadi pada berbagai instrumen investasi domestik dalam dua minggu terakhir tidak terlepas dari masuknya aliran dana asing (capital inflow). Kepercayaan investor naik seiring prospek ekonomi dan kinerja pasar keuangan Indonesia yang membaik. Selama November 2018, total aliran masuk dana asing ke pasar modal Rp 26,2 triliun. Perinciannya, Rp 9,5 triliun di pasar saham dan Rp 16,7 triliun di pasar obligasi (data per 16 November 2018). Kinerja IHSG meningkat 3,1% (-5,4% ytd), imbal hasil (
yield) obligasi acuan bertenor 10 tahun menurun 49,2 bps (+173,2 bps) dan rupiah menguat 3,9% ke posisi Rp 14.612 terhadap dollar AS (terdepresiasi 7,7% ytd). Kepercayaan investor yang meningkat disertai masuknya aliran dana asing tidak terlepas dari berbagai perkembangan positif yang berasal dari eksternal maupun internal. Berkurangnya tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, risiko kenaikan suku bunga The Fed yang lebih terukur dan keputusan Brexit Deals yang positif merupakan beberapa faktor eksternal yang mendorong perpindahan arus modal ke negara dengan aset non-dollar AS seperti Uni Eropa dan mayoritas negara Asia termasuk Indonesia.
Sementara dari domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal tiga tahun ini tercatat 5,17% (yoy), lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 5,15% (yoy) direspons positif oleh pasar. Selain itu, peningkatan status pasar ekuitas domestik menjadi overweight dan bauran kebijakan yang telah dilakukan pemerintah dan Bank Indonesia menjadi faktor yang menarik bagi investor untuk menempatkan dananya ke dalam negeri. Capital inflow dapat berkontribusi positif bagi perekonomian dalam jangka panjang karena dapat meningkatkan tren investasi portofolio. Hal ini akan memacu pertumbuhan pasar finansial dan meningkatkan likuiditas pasar. Peningkatan investasi yang solid dapat menjadi kontributor yang penting dalam pembiayaan aktivitas ekonomi. Namun tingginya aliran dana asing tetap harus diwaspadai karena berpotensi menimbulkan risiko capital flight (sudden reversal) secara tiba-tiba dan menimbulkan asset price bubbles. Dengan risiko volatilitas pasar finansial global yang masih tinggi, maka perpindahan arus modal investor asing masih tinggi. Keluar masuk aliran modal dalam jangka pendek sering dihadapi negara berkembang, terutama fenomena keluarnya arus modal secara mendadak dalam jumlah besar sehingga mengganggu stabilitas keuangan dan dapat memicu krisis finansial. Oleh karena itu, pengelolaan arus modal sangat diperlukan saat ini baik dari pemerintah, bank sentral maupun pengusaha. Upaya yang dapat ditempuh dalam mengelola risiko arus modal secara garis besar terdiri dari pengendalian langsung (direct policy) dan tak langsung (indirect policy). Pengendalian secara langsung dapat berupa market controlling terhadap transaksi valas seperti pembatasan volume transaksi dengan tetap memperhatikan rasio vulnerabilitas perekonomian. Sementara pengendalian tak langsung dapat dilakukan melalui penerapan kebijakan yang dapat menghambat pergerakan arus modal seperti pajak secara eksplisit maupun implisit atas arus keuangan lintas negara (Tobin tax is tax on all spot conversions of one currency into another, proportional to the size of the transaction: James Tobin, 1978) dan kebijakan berbasis harga lainnya. Tingginya volatilitas nilai tukar bisa menjadi kesempatan bagi spekulan untuk mencari untung. Dengan mengendalikan keluarnya aliran modal, maka tekanan depresiasi nilai tukar dapat dibatasi. Pada awal November 2018, BI telah mengimplementasikan transaksi Domestic Non Delivery Forward (DNDF) sebagai salah satu strategi operasi moneter yang diarahkan untuk menjaga kecukupan likuiditas baik di pasar rupiah maupun valas. Implementasi DNDF juga diharapkan dapat meminimalkan transaksi spekulatif yang dapat menganggu stabilitas rupiah. Selain itu, kebijakan suku bunga, penggunaan cadangan devisa, dan peningkatan devisa hasil ekspor (DHE) menjadi langkah BI dan pemerintah untuk menjaga fluktuasi rupiah dan aliran dana asing. Bank sentral memiliki kebijakan untuk menggunakan suku bunga acuan sebagai instrumen kebijakan. Tercatat sepanjang tahun ini, BI telah menaikkan suku bunga sebesar 175 bps menjadi 6% per November 2018. Akhir pekan lalu, pemerintah juga merilis kebijakan yang kembali menarik aliran dana asing melalui paket kebijakan ke-XVI yang fokus kepada perluasan fasilitas tax holiday, relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) dan mendorong DHE.
Pengendalian terhadap keluar masuknya arus modal harus dibarengi koordinasi kebijakan moneter dan fiskal serta reformasi struktural. Sebagai negara berkembang, Indonesia masih membutuhkan investasi asing dalam memperkuat perekonomian nasional dan menciptakan lapangan kerja. Namun, pengelolaan arus modal harus konsisten dan efektif agar berdampak positif terhadap sistem keuangan Indonesia dalam jangka panjang. Alhasil, sistem keuangan Indonesia tidak rentan terhadap risiko gejolak eksternal.•
Reny Eka Putri Senior Quantitative Analyst Office of Chief Economist Bank Mandiri Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi