JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak liar sepanjang perdagangan sesi I, Jumat (30/9). Mengacu data RTI, indeks terkoreksi tipis 0,10% atau 5,520 poin ke level 5.426,43 pukul 11.30 WIB. Ada 141 saham bergerak turun, 106 saham bergerak naik, dan 99 saham stagnan. Perdagangan pagi melibatkan 3,47 miliar lot saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 3,03 triliun. Enam indeks sektoral membebani pergerakan IHSG. Sektor aneka industri paling terpuruk pelemahannya 1,65%. Sementara, sektor infrastruktur memimpin penguatan 1,33%.
Meski memerah, investor asing tetap melakukan aksi belinya. Di pasar reguler, net buy asing Rp 196,257 miliar dan Rp 179,158 miliar keseluruhan perdagangan. Saham-saham yang masuk top losers LQ45 antara lain; PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) turun 2,04% ke Rp 1.925, PT Astra International Tbk (ASII) turun 2,02% ke Rp 8.500, dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) turun 1,91% ke Rp 8.975. Saham-saham yang masuk top gainers LQ45 antara lain; PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) naik 3,51% ke Rp 2.950, PT Hanson International Tbk (MYRX) naik 2,76% ke Rp 149, dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) naik 2,52% ke Rp 64.075. Krisis Deutsche Bank Di sisi lain, performa pasar saham negara berkembang pada kuartalan terbaik sejak 2012 terpangkas dan mata uang terkikis oleh kekhawatiran tentang krisis finansial Deutsche Bank AG yang mungkin bisa berdampak sistemik ke keuangan global. Mengacu
Bloomberg, indeks MSCI Emerging Markets turun 0,7 % menjadi 907,03 pukul 11:20 waktu Hong Kong. Merupakan kali pertama dalam empat hari terakhir akibat terbebani saham-saham berbasis keuangan. Asal tahu saja, indeks acuan telah naik 8,7 % kuartal ini, didukung oleh optimisme bahwa bank-bank sentral global akan mempertahankan stimulus moneter. Pasar saham juga mendapat dorongan setelah kesepakatan awal OPEC untuk memangkas produksi untuk pertama kalinya dalam delapan tahun memicu permintaan untuk aset berisiko.
Sebelumnya, Bloomberg News melaporkan sekitar 10 hedge fund mengurangi eksposur mereka ke raksasa lembaga keuangan Deutsche Bank Ag, yang menyebabkan aksi jual berbasis luas pada ekuitas bank. Kini tekanan juga datang dari rilis data ekonomi Amerika Serikat (AS) terbaru yang mendukung langkah The Fed menaikkan suku bunga pada akhir tahun. "Kemungkinan kenaikan suku bunga di AS semakin tinggi, jadi kita mungkin harus berurusan dengan ini pada bulan Desember. Isu seputar Deutsche Bank juga memberikan ketidakpastian tambahan bagi investor," kata John Teja, seorang direktur di PT Ciptadana Securities dikutip dari Bloomberg. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto