Penuhi modal inti Rp 1 triliun, tujuh bank BUKU I tinggal punya waktu sekitar 3 bulan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank kelompok Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) I hanya memiliki waktu sekitar tiga bulan lagi untuk melakukan penambahan modal guna memenuhi kententuan modal inti minimum bank umum.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan OJK no 12/POJK.03/2020 yang mengharuskan modal inti minimum bank umum sebesar Rp 3 triliun paling lambat Desember 2022. Ketentuan ini bisa dilakukan perbankan secara bertahap dimana tahun ini sudah harus mencapai minimal Rp 1 triliun, dan pada kahir 2021 mencapai Rp 2 triliun.

Saat ini masih ada sejumlah bank bercokol sebagai BUKU I. PT Bank Harda Internasional Tbk (BBHI) misalnya, hanya memiliki modal inti Rp 272,03 miliar per Juni 2020. Dalam tiga bulanan ke depan, bank ini wajib nambah modal minimal Rp 728 miliar. 


Lalu, modal inti Prima Master Bank hanya Rp 286,09 miliar sehingga masih perlu melakukan tambahan modal paling sedikit Rp 713 miliar. 

Baca Juga: Tambah modal, Bank Bisnis (BBSI) gelar rights issue di Desember 2020

Bank Fama Internasional yang berpusat di Bandung baru punya modal inti Rp 269,39 miliar per Maret 2020. Selanjutnya, ada BPD Bengkulu punya modal inti Rp 822,47 miliar per Juni 2020, BPD Lampung Rp 867,3 miliar, BPD Sulteng Rp 966,58 miliar, dan BPD Banten hanya memiliki modal inti Rp 113,5 miliar per Maret 2020 dengan rasio kecukupan modal atau CAR 9,01%.

PT Bank Bisnis Internasional Tbk masih membutuhkan tambahan modal sekitar Rp 300 miliar lagi untuk bisa memenuhi ketentuan modal inti hingga akhir tahun. Bank ini resmi melantai di  Bursa Efek Indonesia pada 7 Sepetember 2020 dengan meraup dana segar Rp 189,49 miliar. Sedangkan modal inti perseroan per Juni  baru mencapai  Rp 508,53 miliar.

Untuk memenuhi ketentuan OJK tersebut, Bank Bisnis akan melakukan penambahan modal melalui penerbitan menerbitkan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias rights issue. 

"Kami berencana akan melakukan penambahan modal dengan HMETD yang kemungkinan akan dilakukan pada Desember, sambil melihat perkembangan yang terjadi dalam beberapa bulan ke depan," kata Paulus Wijaya, Sekretaris Perusahaan Bank Bisnis kepada Kontan.co.id, Selasa (8/9).

Tahun depan, Bank Bisnis akan mulai mengembangkan digitalisasi layanan perbankan. Sesuai dengan prospektus yang diterbitkan perseroan, salah satu penggunaan dana IPO untuk pengembangan sistem teknologi informasi.

Pengembangan itu baru dimulai tahun 2021 karena saat ini perseroan masih dalam kelompok Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) I dimana kegiatan bisnisnya terbatas hanya sebagai bank konvensional pada umumnya. 

"Setelah kami memenuhi modal inti Rp 1 triliun maka kami otomatis bisa masuk  kelompok BUKU 2. Itu artinya kami akan diizinkan mengembangkan sistem teknologi informasi yang mudah-mudahan bisa mencapai digitalisasi sistem sehingga memudahkan pelayanan ke para nasabah kami," kata Paulus.

Sebelum IPO, komposisi saham Bank Bisnis dimiliki oleh PT Sun Antarnusa Investment 20,21%, PT Sun Land Investama 37,91%, dan Sundjono Suriadi 41,88%. 

Baca Juga: Bank kecil-menengah mulai pesimistis dapat mempertahankan kinerja

Paska IPO, porsi PT Sun Antarnusa jadi 17,18%, Sun Land 32,23%, Sundjono Suriadi 35,59%, dan investor publik 15%.

Sundjono Suriadi memiliki pengalaman lebih dari 40 tahun di industri tekstil dan merupakan salah satu pendiri perusahaan-perusahaan di bawah nama Sunson Group. 

Sementara Bank Harda tengah menunggu kehadiran investor strategis untuk memenuhi aturan OJK itu. Bank ini masih dalam proses penjajakan dengan calon investor yang akan melakukan injeksi modal. 

"Update prosesnya belum adan kabar resmi dari pemegang saham pengendali. Tetapi saya rasa dalam beberapa bulan ke depan akan ada informasi terkait pemenuhan modal Rp 1 triliun," kata Direktur Bank Harda Yohanes Simon.

Selanjutnya: Pandemi corona tak ganggu target perbankan untuk naik kelas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi