JAKARTA. Rupanya kuartal pertama 2011 bukan masa yang baik bagi PT Garuda Indonesia Tbk (
GIAA). Setelah harga saham perdananya anjlok, maskapai nasional ini harus membukukan kerugian pada tiga bulan pertama tahun ini. GIAA mencatatkan kerugian Rp 183,45 miliar di kuartal satu 2011. Padahal, pada periode yang sama tahun 2010 GIAA bisa mencatatkan pendapatan komprehensif, atau yang biasa dikenal laba bersih Rp 18,02 miliar. Manajemen GIAA menuturkan, kerugian ini di luar ekspektasi perseroan tersebut. "Pada kuartal satu 2011 ini target kami seharusnya adalah break even point (BEP)," kata Emirsyah Satar, Presiden Direktur GIAA, di Jakarta, Jumat (13/5).
Maskapai pelat merah ini menetapkan target tersebut berdasarkan riset kinerja perseroan lima tahun terakhir. Dalam periode tersebut, setiap kuartal satu, GIAA cenderung mengalami kerugian karena sepi penumpang alias low season. Namun, tahun ini manajemen berani menetapkan target BEP lantaran kinerja perseroan naik signifikan. Menurut catatan GIAA, jumlah penumpang tiga bulan pertama tahun ini naik 42% dibanding dengan kuartal satu 2010. Total jumlah penumpang di kuartal I–2011 adalah 3,676 penumpang. Memang, dari sisi pendapatan, GIAA mencatatkan kenaikan kinerja. Pendapatan GIAA di periode tersebut mencapai Rp 5,20 triliun, naik 49,85% dari kuartal satu 2010, yaitu Rp 3,47 triliun. Ganti pesawat Satu faktor yang menggerus laba perusahaan adalah kenaikan harga bahan bakar. Selama kuartal satu 2011, harga bahan bakar pesawat naik menjadi US$ 8,2 per liter. "Peningkatannya 34% year on year," kata Elisa Lumbantoruan, Direktur Keuangan GIAA. Emiten yang IPO Februari lalu ini memang belum mengantisipasi risiko kenaikan harga bahan bakar. Namun, Elisa menyatakan, GIAA berhasil menghemat biaya bahan bakar hingga 7% melalui penggantian pesawat lama dengan yang baru. Tahun ini, GIAA berencana menambah 11 pesawat baru. Perinciannya, dua unit Airbus 330-200 dan 9 unit Boeing 737-800 Next Generation. Sepuluh pesawat di antaranya merupakan pengganti armada lama. Analis Erdhika Elit Sekuritas Arief Fahruri menuturkan, bahan bakar menyumbang porsi terbilang besar bagi biaya operasional GIAA. "Bahan bakar sekitar 32% dari operating cost Garuda," ujar dia. Arief memperkirakan tren kenaikan harga bahan bakar akan menekan kinerja GIAA di 2011. Namun, maskapai penerbangan itu tetap yakin bisa meraup untung di 2011. Elisa menuturkan, jika harga minyak tidak naik lebih tinggi dari harga rata-rata di kuartal satu 2011, Garuda masih berpeluang untung.
Selain itu, Garuda harus bisa mencapai target operasional. Misalnya, GIAA menargetkan tingkat isian penumpang 73%. Hingga Maret 2011, tingkat isian penumpang GIAA mencapai 71,7%. GIAA juga menargetkan utilisasi pesawat naik dari 10,4 jam saat ini jadi 11 jam. Elisa menolak menyebut target laba bersih GIAA tahun ini. Berdasarkan catatan KONTAN, GIAA menargetkan laba bersih tahun ini di atas Rp 1 triliun. Jumlah tersebut sekitar 50% lebih tinggi dari laba bersih 2010. Arief memprediksi GIAA kesulitan mencapai target di 2011. "Saya lebih konservatif, laba bersih GIAA kemungkinan naik 30%," ujar dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Edy Can