KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menjelaskan soal tradisi rotasi matra dalam proses pergantian panglima TNI. Hal tersebut menjawab kritikan sejumlah pihak yang menyebut penunjukan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Jenderal Andika Perkasa sebagai penegasan dominasi matra darat di tubuh TNI. Moeldoko menyinggung aturan rotasi pergantian panglima TNI pada Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
"Istilah 'dapat' di dalam UU itu tidak berarti harus. 'Dapat' bisa disesuaikan dengan kebutuhan," ujar Moeldoko kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (5/11/2021).
Baca Juga: Jenderal Andika Perkasa calon tunggal Panglima TNI, ini kata Puan Maharani Adapun ketentuan rotasi antar-matra dalam penunjukan Panglima TNI tercantum dalam Pasal 13 ayat (4) UU TNI, yang berbunyi 'Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.' Moeldoko lantas menjelaskan, secara tradisi yang sebenarnya berjalan dalam rotasi jabatan panglima. Menurut dia, tradisi yang dimaksud bukan dari matra darat, kemudian matra laut lalu matra udara.
"Bukan darat-laut-udara, bukan. (Jadi) darat, laut. Lalu darat, udara. Nanti darat lagi. Itu tradisi yang berjalan selama ini," ungkap Moeldoko. "Akan tetapi tidak juga tradisi itu bersifat permanen. Jadi semuanya ada kalkulasi-kalkulasi yang matang dan dipikirkan Presiden bagaimana menata organisasi ini agar terjadi sebuah regenerasi yang semakin mantap ke depan," tegas mantan panglima TNI di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.
Baca Juga: Nama calon Panglima TNI pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto dibacakan siang ini Selain itu, kata Moeldoko, pada dasarnya setiap kepala staf, baik darat, laut maupun udara angkatan siap menjadi panglima TNI. "Kebetulan Pak Andika kepala staf yang senior. Itu bisa pertimbangannya senioritas," tambahnya.
Editor: Noverius Laoli