JAKARTA. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) akhirnya mencatat kinerja positif di kuartal I-2015. GIAA meraih pendapatan US$ 927 juta di kuartal pertama tahun ini, naik 13,4% dari periode sama tahun sebelumnya. Hal ini terutama didorong oleh pertumbuhan penumpang sebesar 20,2% year on year (yoy) menjadi 7,6 juta penumpang. Di sisi lain, biaya bahan bakar lebih rendah 29,8% yoy menjadi US$ 264 juta. Dengan demikian, GIAA bisa mencatat laba positif US$11,4 juta di kuartal I-2015. Paul Yong, analis DBS Vickers Securities menyatakan, biaya bahan bakar yang lebih rendah akan meningkatkan prospek pendapatan GIAA di masa depan. "Penurunan biaya bahan bakar membantu GIAA dalam melakukan efisiensi biaya yang signifikan dan mendukung perolehan laba pada tahun 2015 dan 2016," ungkap Paul dalam riset, Senin (18/5). Paul mengasumsikan, biaya bahan bakar pesawat GIAA akan berada di harga US$ 95/bbl untuk tahun 2015 dan US$ 100/bbl di tahun 2016. Garuda berupaya melipatgandakan jumlah armada dari 95 pesawat di tahun 2012 menjadi 191 pesawat di tahun 2015, yang juga merupakan pesawat hemat bahan bakar. Jumlah ini termasuk maskapai berbiaya murah, Citilink yang menargetkan memiliki 50 pesawat dan mengangkut 7 juta penumpang di tahun 2015, dari 1,6 juta penumpang tahun 2011. Paul memperkirakan GIAA akan mencatat pertumbuhan yang kuat di masa depan. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, permintaan perjalanan udara di Indonesia akan terus meningkat. Apalagi, kelas menengah di Indonesia diproyeksikan tumbuh menjadi 58% dari total penduduk pada tahun 2015, dibanding 46% daro total penduduk pada tahun 2010. Sementara valuasi harga saham GIAA saat ini masih tergolong murah. Paul memproyeksikan tahun ini GIAA akan mencatat laba bersih US$ 96 juta, dibanding tahun lalu yang rugi US$ 168,04 juta. Sedangkan tahun 2016, Paul memperkirakan laba bersih GIAA akan meningkat menjadi US$ 134 juta. Meski demikian, sebagai maskapai penerbangan, GIAA rentan terhadap hal - hal yang dapat mengguncang permintaan, seperti adanya penyakit pandemi, serangan teroris, hingga krisis ekonomi. GIAA juga masih rentan terhadap melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Hal ini mengingat sebagian besar pendapatan dalam rupiah sementara lebih dari setengah biaya menggunakan dollar AS. Paul merekomendasikan buy saham GIAA dengan target harga Rp 640 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Penurunan bahan bakar meningkatkan prospek GIAA
JAKARTA. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) akhirnya mencatat kinerja positif di kuartal I-2015. GIAA meraih pendapatan US$ 927 juta di kuartal pertama tahun ini, naik 13,4% dari periode sama tahun sebelumnya. Hal ini terutama didorong oleh pertumbuhan penumpang sebesar 20,2% year on year (yoy) menjadi 7,6 juta penumpang. Di sisi lain, biaya bahan bakar lebih rendah 29,8% yoy menjadi US$ 264 juta. Dengan demikian, GIAA bisa mencatat laba positif US$11,4 juta di kuartal I-2015. Paul Yong, analis DBS Vickers Securities menyatakan, biaya bahan bakar yang lebih rendah akan meningkatkan prospek pendapatan GIAA di masa depan. "Penurunan biaya bahan bakar membantu GIAA dalam melakukan efisiensi biaya yang signifikan dan mendukung perolehan laba pada tahun 2015 dan 2016," ungkap Paul dalam riset, Senin (18/5). Paul mengasumsikan, biaya bahan bakar pesawat GIAA akan berada di harga US$ 95/bbl untuk tahun 2015 dan US$ 100/bbl di tahun 2016. Garuda berupaya melipatgandakan jumlah armada dari 95 pesawat di tahun 2012 menjadi 191 pesawat di tahun 2015, yang juga merupakan pesawat hemat bahan bakar. Jumlah ini termasuk maskapai berbiaya murah, Citilink yang menargetkan memiliki 50 pesawat dan mengangkut 7 juta penumpang di tahun 2015, dari 1,6 juta penumpang tahun 2011. Paul memperkirakan GIAA akan mencatat pertumbuhan yang kuat di masa depan. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, permintaan perjalanan udara di Indonesia akan terus meningkat. Apalagi, kelas menengah di Indonesia diproyeksikan tumbuh menjadi 58% dari total penduduk pada tahun 2015, dibanding 46% daro total penduduk pada tahun 2010. Sementara valuasi harga saham GIAA saat ini masih tergolong murah. Paul memproyeksikan tahun ini GIAA akan mencatat laba bersih US$ 96 juta, dibanding tahun lalu yang rugi US$ 168,04 juta. Sedangkan tahun 2016, Paul memperkirakan laba bersih GIAA akan meningkat menjadi US$ 134 juta. Meski demikian, sebagai maskapai penerbangan, GIAA rentan terhadap hal - hal yang dapat mengguncang permintaan, seperti adanya penyakit pandemi, serangan teroris, hingga krisis ekonomi. GIAA juga masih rentan terhadap melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Hal ini mengingat sebagian besar pendapatan dalam rupiah sementara lebih dari setengah biaya menggunakan dollar AS. Paul merekomendasikan buy saham GIAA dengan target harga Rp 640 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News