KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim saat ini penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor energi kelebihan 2 juta ton CO2 ekuivalen (CO2e) yang diharapkan bisa diperdagangkan di bursa karbon.
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM,
Yudo Dwinanda Priaadi menjelaskan, realisasi penurunan emisi gas rumah kaca sampai dengan saat ini mencapai 118,2 juta ton CO2e di mana target ini sudah melampauai dengan target Enhanced NDC yang sebesar 116 juta ton CO2e.
“Jadi kita sekarang sudah bonus sekitar 2 juta ton CO2e mudah-mudahan bisa lebih, kalau bisa, ke depan bonus ini kita ingin bisa diperdagangkan di pasar karbon,” jelasnya dalam acara TRIPATRA Sustainable Engineering Summit di Jakarta, Jumat (13/10).
Baca Juga: Kemenperin Implementasikan Strategi Dekarbonisasi Sektor Industri Melansir materi paparannya, melalui Enhanced NDC Indonesia menaikkan target penurunan emisi karbon, sektor energi mengalami peningkatan dari 314 Juta ton CO2e menjadi 358 Juta ton CO2e.
Adapun realisasi penurunan emisi GRK sektor energi semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2022, sektor energi berhasil menurunkan emisi GRK sebesar 91,5 Juta ton CO2e
yang dilakukan melalui aksi mitigasi efisiensi energi, EBT, bahan bakar rendah karbon, penggunaan teknologi pembangkit bersih dan kegiatan lain.
Adapun di 2024, penurunan emisi GRK ditargetkan sebesar 142 juta CO2e.
Yudo menjelaskan lebih lanjut, sejalan dengan komitmen dan ambisi besar Indonesia dalam menurunkan emisi GRK, Indonesia juga menyampaikan rencana mencapai Net Zero Emission (NZE) di 2060 atau lebih cepat.
“Lebih cepat ini kalau kita mendapatkan dukungan dari komunitas global. Sangat terkait dengan hari ini adalah teknologi. Kita butuh teknologi baru yang lebih baik, efisien, dan lebih produktif,” ujarnya.
Selain itu, sebagai negara berkembang, Indonesia sangat membutuhkan teknologi yang terjangkau. Ketika hasil produksi energi tersebut mahal, tentu akan ada masalah dengan keterjangkauan energi tersebut.
Kebutuhan kedua ialah dari sisi pendanaan dan investasi. Pemerintah merasa, perlu mengundang investasi dari sisi peningkatan kapasitas dari berbagai macam proyek terkait energi baru terbarukan dan efisiensi energi.
Yudo menerangkan, di sektor energi, Indonesia menargetkan bisa menurunkan sekitar 93% emisi GRK di level
business as usual (BaU) dari 1.927 ton CO2e menjadi 129,4 juta ton CO2e di 2060
melalui beberapa strategi.
Baca Juga: BEI: IDXCarbon Hadir Sebagai Upaya Indonesia Mencapai Nol Emisi Karbon Strategi pertama, mendorong elektrifikasi seperti penggunaan kendaraan listrik, kompor induksi, elektrifikasi pertanian.
Kemudian pengembangan EBT baik itu offgrid, ongrid, dan bahan bakar nabati (BBN).
Ketiga, moratorium pembangkit batubara dan pemensiunan dini pembangkit batubara yang sudah ada.
Keempat, pemanfaatan teknologi
penyimpanan karbon atau dikenal dengan terminologi CCS/CCUS (Carbon Capture Storage/Carbon Capture Storage and Utilization).
Kelima, pemanfaatan sumber energi baru seperti hidrogen dan ammonia.
“Kita memerlukan energi yang bisa diandalkan menjadi
baseload yang setiap saatnya bisa memasok listrik. Di sini mungkin ada pilihan lainnya termasuk sedang dipertimbangkan ialah nuklir,” jelasnya.
Terakhir, penerapan efisiensi energi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .