KONTAN.CO.ID - Harga minyak turun pada hari Senin (26/2), memperpanjang kerugian dari sesi sebelumnya. Setelah dolar menguat di tengah pandangan pasar bahwa inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dapat menunda pemotongan suku bunga AS yang tinggi yang telah membatasi pertumbuhan permintaan bahan bakar global. Minyak mentah Brent turun 14 sen atau 0,2% menjadi US$81,48 per barel pada 0656 GMT. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 22 sen atau 0,3% menjadi US$76,27 per barel karena dolar AS menguat.
Baca Juga: Menteri ESDM Sebut Tidak Ada Kenaikan Harga BBM dan Listrik dalam Waktu Dekat Dolar yang lebih kuat membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya. Penurunan ini melanjutkan kerugian minggu lalu, ketika Brent turun sekitar 2% dan WTI turun lebih dari 3% karena pasar menunda dimulainya penurunan suku bunga AS selama dua bulan karena kenaikan inflasi. “Sentimen
risk-on tampaknya mengalami kemunduran setelah reli pasar yang dipimpin Nvidia pekan lalu karena ekspektasi suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama mengangkat dolar AS, menekan harga komoditas,” kata analis independen Tina Teng yang berbasis di Auckland. Harga minyak telah diperdagangkan antara US$70 dan US$90 per barel sejak bulan November karena meningkatnya pasokan di AS dan kekhawatiran lemahnya permintaan di China mengimbangi pengurangan pasokan OPEC+ meskipun terjadi dua perang. “Harga minyak mentah turun karena kurangnya pendorong baru,” tulis analis ANZ dalam sebuah catatan.
Baca Juga: Harga Minyak Turun di Awal Pekan Karena Sepi Faktor Bullish “Minyak terjebak di antara faktor-faktor bullish seperti penurunan produksi OPEC dan peningkatan risiko geopolitik serta kekhawatiran bearish terhadap lemahnya permintaan di China.” Ketika konflik Israel-Hamas berlanjut di Timur Tengah, penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan kepada CNN pada hari Minggu (25/2) bahwa perunding dari Amerika Serikat, Mesir, Qatar dan Israel telah menyetujui bentuk dasar kesepakatan penyanderaan selama pembicaraan di Paris tetapi masih dalam tahap negosiasi. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, belum jelas apakah kesepakatan akan terwujud. Premi risiko geopolitik dari serangan Houthi Yaman terhadap kapal-kapal di Laut Merah tetap rendah, hanya sebesar US$2 per barel terhadap Brent, analis Goldman Sachs mengatakan dalam sebuah catatan. Namun, bank tersebut telah menaikkan harga puncak musim panasnya menjadi US$87 per barel, naik dari US$85 karena gangguan di Laut Merah telah mendorong penurunan stok yang lebih besar dari perkiraan di negara-negara yang menjadi anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Goldman Sachs masih memperkirakan permintaan minyak akan tumbuh sebesar 1,5 juta barel per hari (bph) pada tahun 2024 tetapi telah memangkas perkiraan China dan menaikkan perkiraan tersebut untuk AS dan India.
Baca Juga: Kenaikan Harga Pangan dan Energi akan Sulitkan Masyarakat Kelas Menengah Bawah Secara terpisah, investor juga mencermati dampak terhadap pasokan minyak Rusia setelah Amerika Serikat memberikan sanksi kepada kelompok kapal tanker terkemuka Moskow, Sovcomflot, pada hari Jumat.
Menambah pasokan energi global, Qatar akan terus meningkatkan produksi gas alam cair meskipun harga global mengalami penurunan tajam baru-baru ini. Di AS, analis ANZ memperkirakan stok minyak akan mulai berkurang dalam beberapa minggu mendatang karena kilang kembali dari pemeliharaan, yang dapat memberikan dukungan terhadap harga. “Perusahaan-perusahaan energi AS pada minggu ini menambah rig minyak terbanyak sejak November, dan terbesar dalam sebulan sejak Oktober 2022,” kata perusahaan jasa energi Baker Hughes. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto