JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tampak tak berkutik pada akhir transaksi sesi II, Senin (9/5). Data
RTI menunjukkan, pada pukul 16.00 WIB, indeks mencatatkan penurunan 1,52% menjadi 4.749,31. Ada 208 saham yang merosot. Sementara, jumlah saham yang naik sebanyak 86 saham dan 88 saham lainnya diam di tempat. Volume transaksi sore ini melibatkan 4,609 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 5,861 triliun.
Secara sektoral, ada sembilan sektor yang memerah. Adapun tiga sektor dengan penurunan terdalam yakni sektor industri dasar yang turun 3,42%, sektor industri lain-lain turun 3,23%, dan sektor konstruksi turun 2,33%. Saham-saham indeks LQ 45 dengan penurunan terbesar
(top losers) adalah: PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) turun 9,74% menjadi Rp 1.205, PT Charoen Pokphand Tbk (CPIN) turun 6,4% menjadi Rp 3.510, dan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) turun 5,6% menjadi Rp 9.275. Sedangkan posisi
top gainers indeks LQ 45 sore ini antara lain: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) naik 3,44% menjadi Rp 3.610, PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) naik 2,54% menjadi Rp 6.050, dan PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk (TBIG) naik 2,14% menjadi Rp 5.975. Bursa emerging melempem Penurunan IHSG merupakan yang kedua terbesar di emerging market yang tampak melempem sore ini. Berdasarkan data
Bloomberg, pada pukul 09.08 waktu London, indeks MSCI Emerging Market turun 0,1%. Bahkan pada Jumat (6/5) lalu, indeks acuan di kawasan emerging ini sempat menyentuh level terendah sejak 17 Maret lalu. Penurunan terdalam dialami Shanghai Composite Index yang mencatatkan penurunan 2,8%. Salah satu saham yang menyumbang penurunan terbesar adalah PetroChina Co turun 1,9%. Sejumlah indeks acuan emerging lain juga tak berdaya. Sebut saja indeks Kospi Korea Selatan, indeks SET Thailand, dan indeks KLCI Malaysia masing-masing setidaknya turun 0,5%.
Sedangkan indeks S&P BSE Sensex India berhasil naik 1,3%, Dubai Financial Market General Index turun 0,9%, dan Index Borsa Istanbul 100 Turki naik 0,8%. Penurunan bursa emerging market dipicu oleh data ekonomi China yang mengecewakan. Asal tahu saja, tingkat ekspor China dalam mata uang dollar pada April lalu kembali menurun. Demikian juga dengan tingkat impornya. "Berita negatif dari China menjadi sentimen yang memberatkan market. Selama kita tidak melihat stabilitas di China, minat investor belum akan membaik. Transaksi perdagangan masih akan volatil," papar Christopher Wong, senior investment manager Aberdeen Asset Management. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie