JAKARTA. Pagi ini, mata uang Asia masih bergerak beragam, di mana ada mata uang yang menguat dan juga ada yang menurun. Sebagai contoh, ringgit Malaysia menguat 0,21% atas dollar AS ke posisi 3,0055 pada pukul 9.35. Penguatan juga dialami dengan baht Thailand yang menguat 0,31% menjadi 29,7550. Namun lain halnya dengan won Korea Selatan. Mata uang Negeri Ginseng ini terkoreksi 0,26% terhadap the greenback. Selain itu, dollar Taiwan juga melemah 0,1175% di waktu yang sama.Wahyu Tribowo Laksono, Analis Realtime Futures mengatakan, sentimen negatif berupa penurunan kredit rating AS oleh S&P berpotensi merontokkan pesona dollar AS terhadap mata uang mitra dagangnya. tak terkecuali mata uang regional.Namun menurut Wahyu, kenaikan ini tidak serta merta membawa angin segar untuk Asia. "Penguatan mata uang ini akan cukup mengganggu nilai ekspor negara-negara di Asia," tuturnya. Seperti yang dialami yen Jepang. Pada 4 Agustus lalu, bank sentral Negeri Sakura memutuskan untuk melakukan intervensi dalam rangka membatasi penguatan yen terhadap dollar setelah yen menguat ke level tertingginya selama 15 tahun menjadi 76,30 pada 1 Agustus lalu.Maka, lanjut Wahyu, adalah hal yang wajar jika pemerintah Asia seperti Jepang, China, hingga Korea Selatan segera merespon penurunan peringkat tersebut dengan menyatakan keyakinannya terhadap surat hutang AS untuk meredam potensi kenaikan mata uang mereka. "Mereka membeli treasury Bond AS," jelas Wahyu. Wahyu memprediksi, mata uang Asia dalam sepekan ini berpotensi mengalami penguatan. Salah satunya adalah won dengan support di 1,020 dan resistance mencapai 1,060. Kemudian untuk ringgit, penguatannya bisa mencapai 2,9500 untuk posisi support terhadap dollar AS dengan resistance 3,0650 pekan ini. "Sedangkan dollar Singapura masih ada kemungkinan bergerak stabil di area 1,2020-1,2280 terhadap the greenback,"imbuhnya
Penurunan kredit rating AS merontokkan pesona dollar AS terhadap mata uang Asia
JAKARTA. Pagi ini, mata uang Asia masih bergerak beragam, di mana ada mata uang yang menguat dan juga ada yang menurun. Sebagai contoh, ringgit Malaysia menguat 0,21% atas dollar AS ke posisi 3,0055 pada pukul 9.35. Penguatan juga dialami dengan baht Thailand yang menguat 0,31% menjadi 29,7550. Namun lain halnya dengan won Korea Selatan. Mata uang Negeri Ginseng ini terkoreksi 0,26% terhadap the greenback. Selain itu, dollar Taiwan juga melemah 0,1175% di waktu yang sama.Wahyu Tribowo Laksono, Analis Realtime Futures mengatakan, sentimen negatif berupa penurunan kredit rating AS oleh S&P berpotensi merontokkan pesona dollar AS terhadap mata uang mitra dagangnya. tak terkecuali mata uang regional.Namun menurut Wahyu, kenaikan ini tidak serta merta membawa angin segar untuk Asia. "Penguatan mata uang ini akan cukup mengganggu nilai ekspor negara-negara di Asia," tuturnya. Seperti yang dialami yen Jepang. Pada 4 Agustus lalu, bank sentral Negeri Sakura memutuskan untuk melakukan intervensi dalam rangka membatasi penguatan yen terhadap dollar setelah yen menguat ke level tertingginya selama 15 tahun menjadi 76,30 pada 1 Agustus lalu.Maka, lanjut Wahyu, adalah hal yang wajar jika pemerintah Asia seperti Jepang, China, hingga Korea Selatan segera merespon penurunan peringkat tersebut dengan menyatakan keyakinannya terhadap surat hutang AS untuk meredam potensi kenaikan mata uang mereka. "Mereka membeli treasury Bond AS," jelas Wahyu. Wahyu memprediksi, mata uang Asia dalam sepekan ini berpotensi mengalami penguatan. Salah satunya adalah won dengan support di 1,020 dan resistance mencapai 1,060. Kemudian untuk ringgit, penguatannya bisa mencapai 2,9500 untuk posisi support terhadap dollar AS dengan resistance 3,0650 pekan ini. "Sedangkan dollar Singapura masih ada kemungkinan bergerak stabil di area 1,2020-1,2280 terhadap the greenback,"imbuhnya