JAKARTA. Inflasi bulan Oktober 2008 ini diperkirakan akan rendah. Sehabis lebaran masyarakat akan kehilangan daya belinya karena sudah menghabiskan seluruh uangnya untuk konsumsi di bulan puasa dan lebaran. Walaupun begitu, sektor makanan masih ada sedikit peningkatan harga. Namun, pelemahan rupiah ternyata menjadi momok lain. Ekonom BNI Tony Prasetyantono memperkirakan inflasi pada bulan Oktober 2008 ini rendah di kisaran 0,4% (M to M) dan 12,2% (YoY). Selain melemahnya konsumsi rumah tangga, trend penurunan harga minyak dunia ke level US$ 60 per barrel akan menurunkan tekanan inflasi impor imported inflation. "Inflasi Oktober 2008 saya duga rendah, sehingga inflasi akhir tahun sekitar 12% hingga 12,2%. Ini siklus normal paska lebaran," kata Tony di Jakarta, Senin (27/10). Waktu puasa dan lebaran yang tepat di bulan September 2008 membuat masyarakat habis-habisan memakai sumber dananya di bulan tersebut, sehingga mereka akan menurunkan tingkat konsumsi di bulan Oktober 2008. Tekanan inflasi imporjuga akan melemah dengan trend penurunan harga minyak mentah termasuk juga penurunan harga komoditi pertambangan dan pertanian. "Imported inflation sebelumnya menjadi momok inflasi kita," katanya. Senada diungkapkan oleh Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Ali Rosidi. Ia memastikan bahwa inflasi di bulan ini akan lebih rendah dibanding bulan September sebelumnya yang berada di angka 0,97% (M to M) dan 12,14% (YoY). "Tidak ada yang dominan dalam inflasi Oktober, hanya ada sedikit peningkatan harga untuk daging dan telur," kata Ali Rosidi, kemarin. Ia menambahkan inflasi bulan Oktober 2008 ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena hampir seluruh kenaikan harga saat musim puasa dan lebaran 2008 berada di keseluruhan bulan September tidak di sebar di bulan Oktober. Harga bahan bakar minyak (BBM) minyak tanah dan elpiji juga diperkirakan mengalami penurunan. "Untuk beras, dorongannya ke inflasi tidak signifikan," katanya. Ekonom Standard Charter Erik Alex Soegandi memperkirakan bahwa inflasi pada bulan Oktober 2008 ini berada pada kisaran 0,5% (M to M) dan 12,0% ( YoY). Walaupun di angka demokrat, namun menurutnya ada tekanan besar dari penurunan nilai tukar rupiah terhadap US$ yang menyebabkan imported inflasi menjadi sebesar itu. "Penurunan rupiah menyebabkan biaya produksi naik, karena hampir 80% raw material dan capital goods kita berasal dari impor. Sehingga menyebabkan tekanan pada biaya produksi bulan Oktober 2008," kata Alex di Jakarta, kemarin. Dengan inflasi sebesar itu, maka Alex memperkirakan sampai akhir tahun nanti inflasi akan berada di angka 12%. Walaupun ada tekanan di sisi nilai tukar rupiah, namun ada beberapa faktor yang menyebabkan inflasi di bulan Oktober 2008 lebih rendah dibanding bulan sebelumnya. Faktor tersebut adalah, penurunan tekanan permintaan yang mengendur setelah lebaran selesai termasuk juga sudah tidak adanya tekanan kenaikan harga elpiji yang berlangsung Agustus lalu. "Selain itu banyak daerah yang juga masih memasuki musim panen, sehingga tekanan inflasi akan lebih rendah," katanya. Trend penurunan harga minyak mentah dunia juga menyebabkan tekanan inflasi yang lebih rendah. Menurut Alex, tekanan penurunan nilai tukar rupiah tetap akan terasa pada 2009, walaupun tak terlalu berpengaruh pada inflasi di tahun tersebut namun akan berpengaruh besar pada tingkat pertumbuhan ekonomi di 2009. "Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi 2008 di angka 6%, namun akan melemah di 2009 menjadi 5,8%," katanya. Menurutnya dengan tekanan penurunan mata uang rupiah maka akan membuat investasi semakin melemah karena input produksi juga akan mengalami kenaikan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Editor: