JAKARTA. Upaya Bank Indonesia (BI) mendorong perbankan mempersempit selisih antara bunga kredit dan bunga simpanan atawa nett interest margin (NIM) belum menghasilkan catatan mengesankan. Data terbaru BI mencatat, sampai akhir Mei 2010, NIM bunga kredit berdenomasi rupiah perbankan hanya turun 0,1% menjadi 5,93% dari bulan sebelumnya yang sebesar 6,03%. Mengecilnya NIM ini tidak bisa lepas dari menurunnnya suku bunga dasar kredit (SBDK) rupiah di periode itu menyusut menjadi 12,44%. NIM ini merupakan selisih antara SBDK dengan bunga deposito bertenor satu bulan. "Penurunan SBDK tersebut, terbanyak disumbang oleh suku bunga dasar di bank-bank swasta," ungkap Kabiro Humas BI Difi A. Johansyah kepada KONTAN, Rabu (2/6).
Pjs. Gubernur BI Darmin Nasution mengakui upaya menggiring penyempitan selisih atawa spread bukan hal yang mudah. Apalagi BI tidak bisa memaksa bank menurunkan suku bunganya. Pasalnya, bank memiliki perhitungan premium risiko sendiri. Sekarang ini, perbankan masih menilai risiko premium khususnya di beberapa sektor tertentu. Alhasil, suku bunga kredit juga masih berada di level yang tinggi. “Memang BI sudah menurunkan BI rate berkali-kali. Kalau ditanya apakah diikuti, yaa diikuti, walau tidak secepat penurunan BI rate,” kata Darmin. Darmin juga bilang, BI tidak bisa menentukan besarnya suku bunga yang harus diterapkan bank. Soalnya, bank punya perhitungan berdasarkan manajemen risiko masing-masing.