KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah upaya untuk meningkatkan produksi minyak yang siap jual atau lifting, realisasi produksi minyak di Indonesia terus mengalami penurunan hingga semester I-2024. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II, pendapatan dari Sumber Daya Alam Migas pada semester I tahun 2024 mencapai Rp 55.509,7 miliar atau 50,4% dari target APBN 2024, mengalami kontraksi sebesar 7,6% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Perlambatan ini utamanya disebabkan oleh turunnya produksi minyak bumi dan gas bumi. Rata-rata lifting minyak bumi hingga semester I tahun 2024 mencapai 561 ribu barel per hari (rbph), lebih rendah dibandingkan dengan 605 rbph pada periode yang sama tahun 2023.
"Penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan tingkat alamiah sumur migas yang tinggi sejalan dengan fasilitas produksi migas utama yang telah menua," tulis Sri Mulyani, dikutip Minggu (14/7).
Baca Juga: SKK Migas Ungkap Ada 28 Blok dan 225 Lapangan Migas Tidak Berproduksi Di tengah penurunan produksi ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi terus berupaya meningkatkan produksi minyak. Sekretaris Jenderal ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan bahwa upaya untuk meningkatkan produksi meliputi percepatan pemboran sumur pengembangan dan reaktivasi blok migas potensial yang masih idle. Selain itu, program reserve to production (R2P), Enhanced Oil Recovery (EOR), dan eksplorasi masif juga dilakukan. "Untuk menjaga keekonomian proyek dan upaya optimalisasi produksi, Kementerian ESDM dapat memberikan insentif hulu migas sesuai Kepmen ESDM 199/2021," kata Dadan kepada Kontan, Minggu (14/7). Dadan menjelaskan bahwa untuk mengurangi impor minyak, langkah pengendalian konsumsi dilakukan di sektor pembangkit listrik, industri, rumah tangga, dan transportasi. Selain itu, disampaikan Dadan, program peningkatan produksi juga dilakukan melalui reaktifasi lapangan migas potensial yang idle agar, pertama, segera diusahakan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) eksisting. Kedua, dikerjasamakan dengan badan usaha lain. Ketiga, diusulkan oleh KKKS eksisting untuk dikelola oleh KKKS lain. Dan keempat, dikembalikan ke Pemerintah untuk selanjutnya dapat dilelangkan kembali. "Upaya-upaya ini sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM No. 110/2024, berdasarkan evaluasi, rencana, dan jadwal yang direkomendasikan oleh SKK Migas atau BPMA," jelas Dadan. Sebelumnya, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi Suryodipuro, menjelaskan bahwa penurunan produksi disebabkan oleh banjir yang melanda beberapa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di wilayah Sumatra seperti PHR, PHE Kampar, Tiara Bumi, dan SRMD. Banjir tersebut mengakibatkan beberapa sumur eksplorasi mengalami unplanned shutdown, dan saat ini KKKS sedang berupaya mereaktivasi sumur-sumur tersebut.
Baca Juga: Program Gas Murah untuk Industri Berlanjut, Ini Kata Menteri ESDM Hudi menekankan bahwa kegiatan pemboran dan well services terganggu akibat bencana banjir, sehingga belum memberikan kontribusi signifikan pada produksi. "Kami terus berupaya untuk mengejar target produksi tahun 2024," kata Hudi kepada KONTAN, pada Kamis (18/4). Untuk meningkatkan produksi, SKK Migas mengakselerasi reaktivasi sumur dan mempercepat pengeboran serta perawatan sumur.
Pri Agung Rakhmanto, Ekonom Energi dan pendiri ReforMiner Institute, menyoroti bahwa dengan mengandalkan lapangan mature, tingkat lifting sudah dapat diprediksi secara pasti dari waktu ke waktu. Menurutnya, yang perlu dilakukan ke depan adalah mengelola penurunan produksi dengan lebih realistis berdasarkan kalkulasi teknis yang dapat diprediksi operasionalnya. "Kalau sekadar bagaimana target lifting bisa tercapai, ya targetnya saja yang dibuat lebih realistis; lebih didasarkan atas kalkulasi teknis yang secara operasional lebih predictable bisa dijangkau atau dikontrol," ungkapnya kepada Kontan, Minggu (14/7). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .