Penurunan suku bunga dan konflik global akan menjadi penggerak kurs rupiah sepekan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ditopang sentimen domestik, pergerakan nilai tukar rupiah sepekan ke depan diprediksi bakal terdepresiasi terbatas terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pada perdagangan Jumat (19/6) kurs rupiah tercatat melemah 0,16% ke Rp 14.100 per dolar AS, tapi menguat 0,23% dalam sepekan.

Sementara itu, pada kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau Jisdor, rupiah ditutup melemah 0,39% pada perdagangan Jumat (19/6) ke level Rp 14.242 per dolar AS. Kurs tengah ini juga masih menguat 0,11% dalam sepekan terakhir.

"Untuk Senin (22/6), kemungkinan rupiah akan terdepresiasi terbatas dengan rentang pergerakan Rp 14.025 per dolar AS hingga Rp 14.225 per dolar AS," kata Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C Permana kepada Kontan.co.id, Minggu (21/6).


Baca Juga: Di akhir tahun, neraca dagang Indonesia diramal surplus hingga US$ 6 miliar

Selanjutnya, Fikri menilai jadwal pembayaran kupon utang dan pembagian divide akan mulai memberikan dampak pada pergerakan nilai tukar rupiah sepekan ke depan. Prediksinya, untuk sepekan ke depan, rupiah akan bergerak di rentang Rp 13.900 per dolar AS hingga Rp 14.400 per dolar AS.

Adapun sentimen domestik lain yang bakal jadi penggerak kurs rupiah sepekan ke depan yakni dampak dari penurunan suku bunga acuan yang baru dilakukan Bank Indonesia (BI). Penurunan suku bunga atau BI7DRR diperkirakan bakal menekan yield surat utang negara (SUN).

"Itu memungkinkan investor global untuk menahan diri masuk ke pasar Indonesia sementara waktu, seiring pertumbuhan pasien Covid-19 global dan domestik yang juga masih meningkat," kata Fikri.

Baca Juga: Penawaran masuk pada lelang sukuk negara diperkirakan lebih dari Rp 20 triliun

Untuk itu, Fikri menegaskan bahwa pergerakan kurs rupiah pekan depan bakal didominasi sentimen domestik. Meskipun begitu, sentimen eksternal seperti ketegangan di Hong Kong, perbatasan India dan China, serta sentimen decoupling ekonomi Amerika Serikat (AS) terhadap China masih jadi perhatian. "Tapi kami perkirakan itu semua efeknya masih relatif terbatas terhadap Indonesia," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati