Penurunan tarif batas atas tiket pesawat tak signifikan menahan laju inflasi



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah telah menetapkan penurunan tarif batas atas tiket pesawat mulai dari 12% hingga 16%. Kebijakan tersebut untuk menekan harga tiket pesawat yang melambung tinggi sejak awal tahun, hingga memicu kenaikan inflasi pada April lalu.

Kendati begitu, kebijakan penurunan tarif batas atas tiket pesawat diprediksi tak serta merta menahan laju kenaikan inflasi periode mendatang, khususnya di bulan Mei dan Juni. Pasalnya, pasca berlakunya aturan tarif batas atas yang baru ini pada 15 Mei nanti, harga tiket maskapai pesawat diyakini tak akan turun secara signifikan.

"Peluang harga tiket penerbangan turun itu ada, tapi kemungkinan hanya kecil turunnya sehingga secara total dampak kebijakan tersebut tidak signifikan, terutama terhadap inflasi," terang Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto kepada Kontan.co.id, Selsa (14/5).


Selama ini, menurut Eko, harga tiket maskapai penerbangan umumnya dipatok hanya sekitar 85% dari tarif batas atas. Lantas, langkah pemerintah menurunkan tarif batas atas tak akan serta merta membuat maskapai langsung menurunkan harga.

Yang terjadi hanyalah, pemerintah mempersempit ruang bagi maskapai untuk menaikkan harga lebih tinggi lagi ke depannya. "Perkiraan saya, harga tiket pesawat turun tidak akan sampai 16%. Padahal kenaikan harga sejak awal tahun juga sudah tinggi," pungkasnya.

Apalagi, Eko menambahkan, maskapai akan mempertimbangkan periode tingginya jumlah penumpang menjelang lebaran yang akan menjadi momentum bagi perusahaan meningkatkan potensi keuntungan. Penurunan harga tiket pesawat diproyeksi akan sangat terbatas untuk menjaga prospek pendapatan maskapai juga.

Senada, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah menilai keputusan pemerintah menurunkan tarif batas atas merupakan kebijakan sekadar peredam isu.

Menurut Piter, kebijakan tersebut tak menyelesaikan persoalan utama industri penerbangan dalam negeri yang sebenarnya menjadi dasar kenaikan harga tiket sejak awal. "Pemerintah harusnya mengambil langkah lebih ke pokok persoalan yang sifatnya struktural yaitu selama ini terjadi inefisiensi yang besar dalam industri penerbangan nasional," kata Piter, Selasa (14/5).

Toh, menurutnya, keputusan maskapai mengerek tarif tiket pesawat turut memukul bisnis maskapai itu sendiri lantaran jumlah penumpang yang makin sedikit. Namun, di sisi lain, maskapai juga enggan mengambil risiko menghadapi kerugian lebih besar ke depan sehingga memilih untuk menaikkan harga tiket pesawat.

"Indeks harga produsen industri penerbangan sudah naik tinggi. Pemerintah harus benar-benar memahami struktur biaya industri penerbangan agar bisa dijadikan dasar pengambilan kebijakan yang tepat," tutur Piter.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Produsen (IHP) Angkutan Udara Penumpang sepanjang kuartal I-2019 pada level 332,16 atau melonjak 11,14% year-on-year. Sementara, kenaikan IHP untuk angkutan darat (bus) hanya 1,69% yoy, kereta api 2,44% yoy, angkutan laut 2,01 yoy, dan angkutan penyeberangan sebesar 1,69% yoy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli