KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 25% menjadi 22% di tahun ini. Bahkan bagi perusahaan yang memperdagangkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) tarif PPh badan jadi 19%. Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai dampak penurunan PPh badan akan lebih dinikmati dari industri yang selama ini berkontribusi besar terhadap penerimaan PPh badan, yakni Industri manufaktur. Dengan begitu, penerimaan pajak yang hilang dari sektor ini diperkirakan akan paling besar. “Sedangkan sektor properti dan jasa keuangan, berkurangnya paling kecil. Mengingat beban pajak pada industri ini didominasi oleh PPh final,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Selasa (19/5).
Baca Juga: Dunia usaha mendapatkan cadangan insentif pajak Rp 26 triliun Adapun dalam catatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. sepanjang kuartal I-2020 realisasi penerimaan pajak dari sektor manufaktur sebanyak Rp 64,06 triliun tumbuh 5,97% year on year (yoy). Sedangkan untuk sektor jasa keuangan dan asuransi senilai Rp 33,33 triliun tumbuh 2,67% yoy dan sektor konstruksi senilai Rp 10,92 triliun kontraksi 6,89% secara tahunan. Fajry menilai, untuk tahun depan sulit diprediksi akan ada perbaikan penerimaan pajak. Alasannya, banyak faktor yang begitu cepat berubah, seperti kebijakan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB). “Baru mau dilonggarkan, tapi ditarik kembali, hal-hal ini yang membuat orang sulit memprediksikan kondisi di depannya,” ujar dia.