PJAKARTA. Harga nikel kembali bangkit setelah tenggelam sepanjang pekan lalu. Mengutip Bloomberg, Senin (24/10) pukul 15.04 waktu Shanghai, harga nikel kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange menguat 1,3% jadi US$ 10.090 per metrik ton. Tapi dalam sepekan terakhir, harganya terkikis 1,9%. Analis Asia Tradepoint Futures Andri Hardianto mengatakan, kondisi di Filipina kembali mengerek harga nikel. Seperti diketahui, beberapa perusahaan Filipina menutup tambangnya karena tidak memenuhi standar lingkungan. Padahal, Filipina adalah produsen bijih nikel terbesar di dunia. Data ekonomi yang positif dari Eropa juga menopang harga nikel. Kemarin, Prancis mengumumkan indeks belanja sektor manufaktur di September naik tinggi ke level 51,3 dari level 49,7. Angka pertumbuhan ekonomi China kuartal III-2016 yang sesuai prediksi, yakni 6,7%, juga menopang nikel.
"Di samping itu, laporan BHP Billiton Ltd menunjukkan ada peningkatan permintaan nikel dari sektor industri kendaraan listrik," lanjut Andri. Harga nikel masih bisa menguat. Laporan World Bureau of Metal Statistic menunjukkan produksi nikel periode Januari–Agustus 2016 turun, sehingga menyebabkan defisit sebesar 75.100 ton. BMI Research juga memprediksi nikel akan defisit sementara sebesar 3.100 ton dalam tiga bulan ke depan akibat penutupan tambang Filipina dan kenaikan impor China. Tapi di 2017, BMI memprediksi nikel akan surplus hingga 27.200 ton. Penyebabnya, tingkat konsumsi nikel Tiongkok mulai menurun setelah adanya barang substitusi yang lebih murah. Tambah lagi, berkurangnya stimulus di China sehingga membuat produksi stainless steel melambat. Perkiraan Andri, harga nikel hingga akhir tahun akan menuju level US$ 11.000 per metrik ton. Sedangkan untuk sepekan ke depan, pergerakan harga nikel akan dipengaruhi data penting Amerika Serikat (AS), seperti pertumbuhan ekonomi kuartal III-2016 .