KONTAN.CO.ID - BEIJING. Upaya Presiden China Xi Jinping untuk memulihkan ekonomi dengan meningkatkan konsumsi tak sesuai rencana. Kebijakan pinjaman murah yang saat ini dikeluarkan justru disalahgunakan warganya sendiri. Ketika bank membanjiri pasar dengan berbagai produk dengan pinjaman murah, beberapa peminjam malah mengambil keuntungan dari suku bunga rendah untuk membayar hipotek atau berinvestasi di saham daripada membeli barang. Praktik tersebut dilarang oleh regulator karena berisiko merusak upaya Beijing untuk merekayasa pemulihan ekonomi yang terkait dengan konsumsi karena negara tersebut mencoba untuk bangkit setelah bertahun-tahun menerapkan kebijakan nol Covid-19 yang ketat.
Baca Juga: AS dan Eropa Bakal Resesi, Pertumbuhan Ekonomi Global Diproyeksi Melambat pada 2023 Direktur bank investasi Chanson & Co yang berbasis di Beijing Shen Meng melihat Xi dan pejabat lainnya menghadapi hambatan psikologis dalam upaya mereka untuk meningkatkan konsumsi karena orang tetap enggan untuk membuka dompet mereka karena ketidakpastian prospek pertumbuhan China. “Anda tidak bisa begitu saja membuat orang untuk mengkonsumsi, ketika mereka bahkan tidak tahu seperti apa hari esok. Dan ketika orang merasa tidak aman tentang masa depan, wajar jika mereka mengambil tindakan pencegahan di masa kini untuk bersiap menghadapi hari hujan,” ujar Shen dikutip dari Bloomberg, Rabu (15/2). Sally, pekerja keuangan berusia 37 tahun, baru saja menggunakan dua pinjaman konsumen senilai total 798.000 yuan setara US$ 117.100 untuk melunasi hipotek rumahnya. Dia mendapatkan pinjaman pada tingkat tahunan masing-masing 3,2% dan 3,65%, dibandingkan dengan tingkat hipoteknya sebesar 5,65%. “Saya berencana mengajukan pinjaman usaha untuk memotong pinjaman untuk rumah saya yang lain juga, mengingat bunganya serendah 3,2%,” ujarnya. Analis Citigroup Inc. Judy Zhang memperkirakan pemilik rumah China kemungkinan membayar uang muka hipotek senilai 4,68 triliun yuan pada tahun 2022, menurut sebuah catatan minggu lalu. Kondisi tersebut bukan tidak mungkin ada orang yang berpikiran seperti Sally. “Suku bunga pinjaman konsumen dan bisnis yang murah dapat memicu beberapa orang untuk meminjam dalam jumlah besar untuk membayar hipotek,” katanya. Sementara itu, regulator perbankan China bulan lalu meminta pemberi pinjaman untuk meningkatkan pengawasan penggunaan pinjaman pribadi dan menjelaskan kepada peminjam bahwa mereka akan dimintai pertanggungjawaban oleh hukum jika mereka melanggar kontrak dengan menyalahgunakan dana untuk tujuan lain. Hukuman bagi peminjam termasuk penagihan awal pinjaman atau penangguhan kredit. Meskipun demikian, Frank, seorang pekerja teknologi berusia 29 tahun, baru saja mengambil pinjaman konsumen 300.000 yuan sehingga dia dapat menggandakan investasi saham seri A, yang katanya menghasilkan pengembalian 20%-30% per tahun di masa lalu.
Baca Juga: China: Balon AS Masuk Tanpa Izin Lebih dari 10 Kali Sejak Awal 2022 “Suku bunga sangat rendah, jadi saya pikir mengapa tidak memanfaatkannya?” kata Frank. Jack, seorang pekerja keuangan yang berbasis di Shenzhen berencana untuk menginvestasikan 200.000 yuan dari kredit konsumen di saham. Bank terus mengganggunya tentang pinjaman mereka, dengan dingin meneleponnya 10 kali dalam satu hari. “Saya sebenarnya tidak memiliki permintaan pinjaman yang kuat, tetapi bank terus mempromosikan pinjaman murah mereka,” ujarnya.
Operasi semacam itu menarik perhatian regulator. Pengawas perbankan di provinsi Liaoning pada 10 Februari memposting peringatan di situs webnya atas risiko penggantian hipotek secara ilegal dengan pinjaman konsumen atau bisnis. Zhang mengatakan dia tidak berpikir penyalahgunaan pinjaman konsumen akan menjadi bagian besar dari total pembayaran hipotek karena bank telah sangat waspada tentang praktik tersebut. Tapi untuk Shen Chanson, masalah yang lebih besar terletak pada apakah China dapat memotivasi rakyatnya untuk berbelanja, karena eksploitasi dana kredit konsumen mencerminkan pandangan pesimistis terhadap prospek ekonomi. “Orang hanya akan mau mengkonsumsi ketika ekonomi benar-benar mulai meningkat dengan upah yang terus meningkat,” katanya
Editor: Herlina Kartika Dewi