Penyalur kredit UMKM cenderung gaet NIM di atas rata-rata industri



JAKARTA. Ladang bisnis industri perbankan di Indonesia terus tumbuh subur. Fakta ini bisa dilihat dari perolehan net interest margin (NIM) bank yang masih saja di atas perolehan negeri jiran.

Hampir sebagian besar bank di tanah air menahan NIM di atas 5% (lihat tabel). Jika di bandingkan dengan persentase NIM tetangga, terdapat spasi yang cukup lebar. Misalnya China (2,4%), India (2,6%), Malaysia (2,5%) dan Thailand (3,1%). Tentu saja, meskipun menguntungkan bagi perbankan, kondisi NIM tersebut mencerminkan tingginya bunga kredit yang membebani debitur.

Para bankir mengklaim, tingginya NIM merupakan hasil kerja keras bank dalam menaikkan porsi kredit dan upaya mereka menekan non performing loan/NPL (lihat tabel). “Kondisi kredit tanah air sangat lancar walaupun di luar sedang terjadi krisis global. Mau tidak mau NIM bank akan naik,” ujar Direktur Utama BRI, Sofyan Basir.


NIM bank tertentu cenderung lebih tinggi

Yang menarik, selisih bunga bersih beberapa bank yang fokus terhadap kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memiliki kecenderungan lebih tinggi. “Hal tersebut disebabkan karena bunga kredit sektor UMKM selalu di atas bunga kredit sektor lainnya. Wajar bank tertentu memiliki NIM jauh di atas rata-rata sektor industri,” ujar Direktur Bank UOB Buana, Safrullah Hadi Saleh, Senin (31/10).

Selain faktor itu, secara umum Safrulloh menilai bank tertentu yang sudah terkenal memiliki fasilitas yang canggih juga bisa menggaet NIM yang tinggi. “Saat ini, banyak nasabah yang menyimpan dananya di bank tanpa mempermasalahkan berapa bunga simpanan yang diberikan. Yang penting bank tersebut memberikan kemudahan transaksi atau transfer antar rekening,” jelas Safrullah.

Biasanya bank-bank tersebut diuntungkan oleh kemudahan memperoleh dana murah. “NIM bisa tinggi sebab cost of fund bank tak tinggi, sedangkan penyaluran kredit tetap tinggi,” tutur Safrulloh. Per September 2011 dibanding periode yang sama tahun lalu, NIM UOB turun meskipun penyaluran kredit meningkat. “Kami sedang dalam masa transisi, NIM tergerus oleh beban operasional bank, khususnya rekrutmen karyawan baru,” Safrulloh berterus terang.

Robby Hafil, analis perbankan dari Sucorinvest Central Gani menguatkan pendapat Safrulloh. Besarnya perolehan NIM mencerminkan profitabilitas bank tersebut sangat tinggi. Kondisi ini tecermin di dua bank yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Danamon Tbk (BDMN). “Semua orang pasti tau BRI melakukan ekspansi hingga ke pelosok sedangkan Danamon memiliki DSP,” tutur Robby.

Namun, Robby menilai NIM bank saat ini jauh lebih rendah ketimbang kondisi dua hingga tiga tahun yang lalu. “Persaingan kredit UMKM saat ini semakin ketat. Mau tidak mau, bank menurunkan bunga kredit. Namun, jumlah debitur mereka lebih banyak sehingga perolehan pendapatan bunga juga tetap besar,” ungkap Robby. Debitur cilik, juga selalu mendapat beban bunga kredit yang lebih tinggi. Alasannya risiko kredit macet sektor ini juga sangat tinggi. “Bank harus mengimbanginya dengan besaran provisi atau biaya pencadangan,” papar Robby.

Penyaluran kredit (Rp triliun) Q3

Nama

2010

2011

Δ (%)

BRI

228,7

276,32

20,83

Bank Mandiri

231,9

297,5

28,3

BCA

138,9

176,3

27

Bank BNI

126,07

160,72

27

BTN

49,32

59,31

20,24

Danamon

77,37

97,43

26

UOB

25,37

37,36

47,26

Non performing loan/NPL (%) Q3

Nama

2010

2011

BRI

1,15

1,02

Bank Mandiri

0,74

0,66

BCA

0,5

0,5

Bank BNI

0,74

0,58

BTN

3,47

3,46

Danamon

0,48

0,48

UOB

1,78

1,12

Net interest margin /NIM (%) Q3

Nama

2010

2011

BRI

9,5

10,24

Bank Mandiri

5,35

5,23

BCA

5,2

5,7

Bank BNI

6

5,9

BTN

6

5,49

Danamon

11,5

9,9

UOB

5,91

5,24

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: