Penyaluran Bansos Disebut Bebani APBN, Ini Kata Pengamat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA - Berbagai macam bantuan sosial di era pemerintahan Presiden Joko Widodo menjelang Pemilihan Umum 2024 dianggap membebani pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Diketahui, pemerintah akan menggelontorkan anggaran bansos pada tahun ini sekitar Rp 496 triliun, atau naik Rp 20 triliun dari Rp 476 triliun pada tahun 2023. 

Pengamat Ekonomi Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita mengatakan untuk nominal bansos saat ini, apakah membebani atau tidak tentu tergantung sudut pandang. 


"Bagi pemerintah tentu tidak membebani APBN," kata Ronny saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (4/2).

Baca Juga: Politisi PDIP: Bansos Dimanfaatkan Untuk Eksploitasi Kemiskinan

Tapi bagi sebagian pihak yang melihat dari sisi yang lain, sebut saja misalnya dari sisi produktifitas anggaran, tentu dianggap membebani karena APBN dipakai untuk alokasi yang dianggap tidak memiliki efek produktif kepada perekonomian.

"Karena anggaran sebesar 496 Triliun tak jauh berbeda dengan anggaran infrastruktur yang juga Rp 400an Triliun," ujar dia.

Namun, kata dia, sumber dana sampai saat ini asal muasalnya masih cukup jelas, yakni tercantum di dalam APBN 2024 yang telah disepakati oleh pemerintah dan DPR. 

"Di dalam APBN tersebut, sudah terdapat alokasi dan sumber dananya, apakah dari pendapatan negara berupa pajak atau non pajak atau pula diambil dari penerbitan surat utang dan pendapatan negara lainnya yang sah," jelasnya.

Lebih lanjut, soal sumber dana bansos akan menjadi masalah jika pemerintah menginginkan anggaran bansos ditingkatkan dan dananya diambil dari pos lain.

Baca Juga: Urgensi Bansos untuk Jaga Masyarakat Rentan Miskin

"Misalnya dari pergeseran belanja lain yang sebenarnya tak bisa digantikan, sehingga Kemenkeu harus memutar otak untuk mencari sumbernya," ungkapnya.

Ronny bilang, muncuatnya isu soal ketidakjelasan sumber dana bansos berasal dari adanya keputusan Kemenkeu untuk meminta lembaga-lembaga pemerintahan melakukan quick adjustment terhadap anggaran mereka agar menghasilkan penghematan sekitar 50 triliun. 

"Keputusan ini memunculkan kecurigaan publik bahwa Kemenkeu mulai kelimpungan dalam menyediakan anggaran untuk bansos," lanjutnya.

Ronny juga menyoroti klaim dari Politikus PDI-P Aria Bima mengaku mendapatkan informasi bahwa data penerima bantuan sosial (bansos) yang diperbaiki oleh Kementerian Sosial (Kemensos) tidak dipakai dalam pembagian bantuan yang dilakukan pada bulan Januari dan Februari 2024.

"Lalu soal data ini, pertama, perlu klarifikasi dari Kemensos dan Pemerintah, data apa yang digunakan sebagai ajuan pemberian bansos," ujarnya.

Baca Juga: Sekjen PDI-P: Anggaran Tiap Kementerian Dipotong 5% untuk Bansos

Menurutnya, pemberian bansos harus mengacu kepada data dari Kemensos dulu, jika dianggap kurang representatif bisa menggunakan data tambahan lainya yang dianggap layak dan tepat.

"DPR tentu tak salah untuk aktif ikut mengawasi implementasi bansos dari segala lini. Salah satu tugas mereka toh memang itu, controlling atau pengawasan," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli
TAG: