Penyaluran belum agresif, kredit bank masih kontraksi 2,15% per Februari 2021



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan di Tanah Air nampaknya masih menahan diri untuk menyalurkan kredit. Selain karena permintaan kredit baru yang sepi, faktor risiko juga menjadi pertimbangan bank dalam melakukan fungsi intermediasi. 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per Februari 2021 pertumbuhan kredit perbankan masih kontraksi sebesar 2,15% secara year on year (yoy) menjadi Rp 5.419,1 triliun.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, bila dirinci berdasarkan jenis banknya, tercatat penurunan paling tinggi terjadi pada kelompok Bank Asing yang turun kreditnya kontraksi 25,56% yoy menjadi Rp 171,3 triliun di akhir Februari 2021.


Sementara itu, kredit bank umum swasta nasional (BUSN) juga masih mengalami kontraksi sekitar 5% secara tahunan menjadi Rp 2.327,9 triliun di akhir Februari 2021 dari periode setahun sebelumnya yang masih mencapai Rp 2.450,5 triliun. Meski begitu, di sisi lain kredit Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank BUMN tetap melanjutkan pertumbuhan. 

Rinciannya, Bank BUMN mencetak kredit sebesar Rp 2.433,9 triliun di dua bulan pertama tahun 2021, tumbuh sebesar 1,5%. Sedangkan BPD mencatatkan kenaikan paling tinggi dibanding kelompok bank lain, yakni menembus 5,75% yoy menjadi Rp 486,1 triliun. 

Dalam pemantauan OJK, perlambatan atau kontraksi kredit yang berlanjut ini bisa disebabkan oleh masih melimpahnya arus kas debitur besar. Berdasarkan data yang dihimpun OJK dari 200 debitur terbesar sejak Maret 2020 hingga Februari 2021, terdapat 116 debitur yang mengalami penurunan baki debet. Adapun, rata-rata penurunannya sebesar 17,5%. 

Baca Juga: Lagi, Gubernur BI minta perbankan segera turunkan suku bunga kredit

Di sisi lain, berdasarkan kelompok 10 debitur dengan penurunan terbesar, total penurunannya baki debetnya sudah menembus Rp 107,2 triliun atau menurun 39%. Itu artinya, kebutuhan debitur besar akan kredit modal kerja saat ini sedang menurun, dan korporasi memilih untuk memakai uang kasnya untuk menjalankan usaha ketimbang meminjam dalam bentuk kredit. 

Tapi di luar itu, Wimboh juga menegaskan kalau pihaknya akan melakukan pengawasan dan kajian lebih mendalam perihal perlambatan kredit di Bank Swasta dan Bank Asing. "Kami menaruh perhatian betul untuk swasta ini, dan kami akan lihat secara lebih detail, debitur per debitur. Karena ini tugas OJK," terang Wimboh dalam acara Temu Stakeholder untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, Kamis (25/3). 

Meski begitu, ada sedikit kabar baik dari sisi perkreditan. Masih dalam catatan yang sama, OJK membeberkan secara bulanan atau month on month (MoM) kredit perbankan sudah naik sebesar 0,41% atau tumbuh Rp 22 triliun dalam kurun satu bulan. Peningkatan juga terjadi di seluruh kelompok bank, kecuali BUSN yang masih stagnan. Pun, berdasarkan jenis penggunaannya mulai dari kredit modal kerja (KMK), kredit investasi (KI) hingga kredit konsumsi (KK) tumbuh 0,19%-0,73% secara MoM. 

OJK mengamini kalau pertumbuhan kredit sampai dengan awal tahun 2021 belum sesuai harapan atau masih lambat. Pihaknya pun akan melakukan monitoring secara merinci ke tiap individu bank untuk mempercepat arus kredit. "Berdasarkan rencana bisnis bank (RBB) kredit tumbuh 7,5% di 2021. Itu masih kami pegang dan kami akan monitor agar pertubuhan itu bisa tercapai," tegas Wimboh. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari