KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kesepakatan kredit sindikasi perbankan lesu di semester I/2023 ini. Salah satunya akibat perlambatan ekonomi, dan korporasi yang masih menahan ekspansi. Jika mengacu pada data Bloomberg League Table Reports, kesepakatan kredit sindikasi dari awal tahun hingga 31 Juni 2023 dari sisi mandated lead arranger (MLA) mencapai 26 proyek dengan nilai mencapai US$ 11,56 miliar atau setara Rp 175 triliun. Dari nilai tersebut, ada 46 bank yang menjadi MLA dalam penyaluran kredit sindikasi tersebut. MLA merupakan pihak yang memimpin dalam pembentukan sindikasi tersebut.
Dibandingkan dengan capaian secara year on year (yoy) pada Juni 2022, nilai kesepakatan kredit sindikasi di tahun ini terlihat menurun. Pada 31 Juni 2022 total kredit sindikasi mencapai US$ 13,01 miliar atau setara Rp 197 triliun. Pengamat Perbankan, SVP, Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai, penurunan kredit sindikasi di semester I 2023 karena perlambatan ekonomi akibat pandemi yang belum sepenuhnya pulih, dan perusahaan-perusahaan korporasi yang masih menahan ekspansi. "Untuk korporasi sendiri kecenderungannya stagnan atau masih menunggu pergerakan ekonomi. Prospek tahun ini kemungkinan kesepakatan pada kredit sindikasi akan stagnan atau sedikit lebih tinggi karena realisasi proyek infrastruktur," ujar Trioksa kepada kontan.co.id.
Baca Juga: Banyak Ikut Kredit Sindikasi, BPD Turut Menanggung Utang Jumbo BUMN Karya Bank Mandiri menjadi bank yang paling banyak memimpin kredit sindikasi dengan nilai US$ 1,36 miliar atau setara Rp 20,62 triliun dengan jumlah 26 proyek. Bank Mandiri menyalurkan kredit sindikasi kepada sejumlah perusahaan seperti ke PT Perusahaan Gas Negara Tbk dan anak usaha PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) yakni PT Wika Realty (WR). Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha optimistis kredit sindikasi masih dapat tumbuh, sejalan dengan target pertumbuhan kredit di tahun 2023. “Secara demand, permintaan akan transaksi kredit sindikasi masih cukup besar terutama terkait dengan transaksi infrastruktur, konstruksi maupun sektor lainnya,” ujarnya. Posisi selanjutnya diisi BRI yang memimpin kredit sindikasi senilai US$ 1,06 miliar atau setara Rp 16,07 triliun dengan toal 16 proyek. BRI terlibat dalam kredit sindikasi di sektor energi seperti perusahaan pertambangan untuk proyek hilirisasi. Posisi ketiga diduduki oleh BNI yang telah menyalurkan kredit sindikasi sebesar US$ 919 juta atau setara Rp 13,9 triliun dengan total 17 proyek. Salah satu penyaluran kredit sindikasi bank adalah untuk PT Semen Baturaja (Persero) Tbk. Hingga Juni 2023, Bank BCA masuk urutan kelima terbesar dalam kredit sindikasi dengan nilai mencapai US$ 740 juta. Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA, Hera F. Haryn mengatakan, BCA berkomitmen mendukung pengembangan infrastruktur di Indonesia dengan menyalurkan kredit sindikasi untuk proyek-proyek strategis nasional seperti infrastruktur jalan tol, konstruksi, dan kelistrikan. Hera menyampaikan, per Juni 2023 BCA telah mengelola kredit sindikasi sebesar Rp 120,4 triliun, dan porsi partisipasi BCA dalam kredit sindikasi tersebut tercatat sebesar Rp 22,2 triliun. "Kami melihat prospek kredit sindikasi ke depan masih positif, mengingat banyaknya permintaan untuk refinancing dan kebutuhan investasi atau modal kerja baru," ungkap Hera.
Hingga saat ini, ada beberapa pipeline sindikasi yang ditangani BCA di bidang infrastruktur jalan tol, smelter, manufaktur, jasa keuangan, properti, dan telekomunikasi. Hera menyebut, BCA turut berpartisipasi dalam kredit sindikasi dengan mempertimbangkan faktor risk appetite, posisi likuiditas dan modal, serta memilih proyek-proyek yang berpotensi memperkuat bisnis inti BCA.
Baca Juga: Perbankan Gunakan Skema Asset Swap Untuk Menekan Kredit Macet Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat