JAKARTA. Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mengusulkan agar bantuan beras miskin (raskin) diubah dari bentuk beras menjadi uang tunai. Penyaluran uang tunai bisa dilakukan dengan menggunakan uang elektronik atau e-money, seperti digunakan untuk Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Sehat dan Program Keluarga Sejahtera. Sekretaris TNP2K Bambang Widianto mengatakan, usulan ini diberikan terkait permasalahan penyaluran beras untuk masyarakat miskin yang selama ini bermasalah. TNP2K beberapa waktu lalu menemukan bahwa penyaluran beras untuk masyarakat miskin tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah. Menurut Sri Kusumastuti Rahayu, Ketua Pokja Pengendali Klaster I Sekretariat TNP2K, salah satu ketidaksesuaian tersebut terjadi dalam berat beras yang disalurkan ke masyarakat. TNP2K menemukan bahwa rata-rata beras bersubsidi yang diterima oleh masyarakat miskin di seluruh Indonesia baru mencapai 5,75 kilogram per bulan. Padahal sesuai ketentuan, setiap masyarakat miskin harusnya mendapat jatah 15 kilogram per bulan. Bukan hanya TNP2K, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menemukan bahwa besarnya anggaran yang digelontorkan untuk program tersebut tidak sebanding dengan hasil yang didapat. KPK mengatakan bahwa program tersebut tidak tepat sasaran, jumlah, mutu, waktu, harga dan administrasi.
Penyaluran raskin akan diubah dengan e-money
JAKARTA. Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mengusulkan agar bantuan beras miskin (raskin) diubah dari bentuk beras menjadi uang tunai. Penyaluran uang tunai bisa dilakukan dengan menggunakan uang elektronik atau e-money, seperti digunakan untuk Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Sehat dan Program Keluarga Sejahtera. Sekretaris TNP2K Bambang Widianto mengatakan, usulan ini diberikan terkait permasalahan penyaluran beras untuk masyarakat miskin yang selama ini bermasalah. TNP2K beberapa waktu lalu menemukan bahwa penyaluran beras untuk masyarakat miskin tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah. Menurut Sri Kusumastuti Rahayu, Ketua Pokja Pengendali Klaster I Sekretariat TNP2K, salah satu ketidaksesuaian tersebut terjadi dalam berat beras yang disalurkan ke masyarakat. TNP2K menemukan bahwa rata-rata beras bersubsidi yang diterima oleh masyarakat miskin di seluruh Indonesia baru mencapai 5,75 kilogram per bulan. Padahal sesuai ketentuan, setiap masyarakat miskin harusnya mendapat jatah 15 kilogram per bulan. Bukan hanya TNP2K, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menemukan bahwa besarnya anggaran yang digelontorkan untuk program tersebut tidak sebanding dengan hasil yang didapat. KPK mengatakan bahwa program tersebut tidak tepat sasaran, jumlah, mutu, waktu, harga dan administrasi.