Penyebab pencadangan perbankan pada 2021 tak akan setinggi tahun lalu



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Perbankan menyakini bahwa ekonomi Indonesia akan membaik tahun ini seiring dengan dimulai vaksinasi Covid-19. Namun, resiko kredit tetap ada mengingat pandemi belum berakhir sehingga pemulihan ekonomi belum akan sepenuhnya bisa dilakukan tahun 2021.

Itu sebabnya, perbankan masih akan tetap melakukan pencadangan guna mengantisipasi resiko pemburukan kualitas kredit. Namun, rasio coveragenya tidak akan setinggi tahun 2020 lantaran kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) tahun ini diperkirakan akan melandai.

PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) telah melaksanakan stress testing untuk melihat kecukupan cadangan kerugian penurunan nila (CKPN ) untuk mengantisipasi potensi kredit macet dari debitur yang terdampak pandemi Covid-19. Hasilnya, bank pelat merah ini masih berencana menghimpun pencadangan namun tak setinggi tahun lalu.


Itu sejalan dengan proyeksi NPL tahun ini yang tidak setinggi proyeksi 2020. "NPL BNI diprediksi sebesar 3%-4%," kata Mucharom Sekretaris Perusahaan BNI pada KONTAN, Selasa (26/1). Sementara prediksi kredit bermasalah tahun 2020 sekitar 3,7%-4,5% dimana pada kuartal III sudah menyentuh level 3,6%.

Baca Juga: Sah, Bank Permata masuk jajaran bank BUKU IV

Sepanjang tahun lalu, BNI telah melakukan restrukturisasi kredit sebesar Rp 104,6 triliun. Sekitar 42,7% debitur mendapat penjadwalan ulang masa jatuh tempo dan penundaan pembayaran bunga atau subsidi bunga, lalu sebesar 32,4% debitur mendapat penjadwalan ulang, dan 24,9% debitur mendapat penundaan pembayaran bunga atau subsidi bunga.

Mucharom mengatakan, tanpa restrukturisasi kredit maka pengusaha yang terdampak pandemi Covid-19 akan berat menyangga permodalannya. BNI berharap debitur yang sudah memanfaatkan program restrukturisasi tersebut bisa tetap bertahan dan kembali bangkit.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga akan mengantisipasi resiko kredit dengan melakukan pencadangan lebih dari 200% tahun ini. Adapun per September 2020, coverage ratio NPL BRI mencapai 215%. Sementara kredit bermasalah ada di level 3,12%. Aestika Oryza Gunarto Sekretaris BRI mengatakan,  penyediaan pencadangan yang memadai adalah langkah BRI untuk menjamin keberlangsungan bisnis perseroan.

Tahun lalu, BRI fokus melakukan restruktukturisasi sebagai bagian penyelamatan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang merupakan segmen utama bank ini agar bisa bertahan menghadapi dampak pandemi.

Baca Juga: Bank menekan biaya dana, deposito mulai susut

Namun, tren restrukturisasi tersebut sudah menurun pada kuartal III yang menunjukkan bahwa terjadi pemulihan bisnis debitur. Oleh karena itu, BRI memprediksi kualitas dan kemampuan membayar para debitur UMKM akan meningkat. Sehingga perseroan optimis NPL tahun ini bakal terjaga di bawha 3%.

Hingga 27 Desember 2020, BRI telah melakukan restrukturisasi kredit sebesar Rp 218,6 triliun kepada 2,8 juta debitur terdampak pandemi. Per November, terdampak 2,72 juta debitur mikro yang mendapat restrukturisasi dengan nilai kredit Rp 82,85 triliun. Pada periode itu terdampat 148.000 lebih debitur mikro dengan nilai kredit Rp3,16 triliun  berhasil keluar dari kategori berisiko karena mampu membayar kewajibannya.

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) telah melakukan pencadangan sebesar Rp 9,1 triliun per September 2020, naik 160,5% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Namun,

Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim belum menyebutkan pencadangan yang akan dialokasikan tahun ini. Sementara hingga pertengahan Oktober 2020, BCA telah memproses Rp107,9 triliun pengajuan restrukturisasi kredit dari 90.000 debitur atau sekitar 19% dari total kredit perseroan.

Selanjutnya: Perbankan jumbo keluarkan US$ 5 miliar dari pencadangan untuk dorong pinjaman

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli