KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 dinilai mengandung klausul-klausul yang mengancam eksistensi tembakau. Di antaranya klausul bahwa pemerintah akan terus menggali potensi penerimaan melalui penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT), dan peningkatan tarif cukai hasil tembakau. Sekretaris LBM PBNU Sarmidi Husna menilai RPJMN itu memang bermasalah. Pasalnya, penyusunannya hanya mempertimbangkan aspek kesehatan masyarakat yang berdasarkan data-data yang diduga kurang kuat. Baca Juga: DDTC prediksi penerimaan cukai hasil tembakau hanya sekitar Rp 1,37 triliun di 2020
Penyederhanaan tarif cukai dinilai tak lindungi petani tembakau
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 dinilai mengandung klausul-klausul yang mengancam eksistensi tembakau. Di antaranya klausul bahwa pemerintah akan terus menggali potensi penerimaan melalui penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT), dan peningkatan tarif cukai hasil tembakau. Sekretaris LBM PBNU Sarmidi Husna menilai RPJMN itu memang bermasalah. Pasalnya, penyusunannya hanya mempertimbangkan aspek kesehatan masyarakat yang berdasarkan data-data yang diduga kurang kuat. Baca Juga: DDTC prediksi penerimaan cukai hasil tembakau hanya sekitar Rp 1,37 triliun di 2020