Penyeimbang bisnis rokok Djarum



JAKARTA. Ibarat air laut yang dalam, riak bisnis Grup Djarum bisa jadi tak terlihat mencolok dibandingkan dengan konglomerasi bisnis lain. Namun, diam-diam grup perusahaan milik Keluarga Hartono tersebut menjalankan sejumlah strategi di luar bisnis utama, yakni bisnis rokok.

Pertimbangannya, bisnis rokok yang sudah mereka geluti selama lebih dari enam dekade sejak 1951, relatif stagnan. "Maksudnya, pasar rokok, kan, ya, seperti itu saja. Tetap tumbuh, tapi cukai selalu naik, sementara aturannya sangat ketat," ujar Victor R. Hartono, Chief Operating Officer PT Djarum, kepada KONTAN, Rabu (8/4)

Itu sebabnya, grup usaha ini mendiversifikasikan bisnis lain. "Diversifikasi bisnis yang kami pilih adalah bisnis yang mampu menjadi penyeimbang core bisnis kami," kata Victor, generasi ketiga grup usaha ini.


Paling tidak ada tiga bisnis sampingan yang Grup Djarum seriusi. Pertama, mengembangkan bisnis perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI). Melalui PT Hartono Plantation Indonesia, Grup Djarum memiliki kebun sawit yang sudah ditanami, seluas 30.000 hektare (ha) di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Target Djarum, memiliki 50.000 ha kebun sawit.

Potret harga minyak kelapa sawit atawa crude palm oil (CPO) dunia yang meredup tak membikin Grup Djarum jiper. Katalis positifnya adalah tiga konsumen besar CPO dunia yakni China, India dan Indonesia sendiri.

Katalis positif lain, aneka hasil turunan CPO memiliki nilai jual yang menjanjikan. Sebut saja minyak goreng dan bahan kosmetik. Sayang, Victor, enggan mengungkapkan anggaran ekspansi bisnis itu.

Sebagai gambaran saja, sejumlah emiten saham perkebunan kelapa sawit yang menggelar ekspansi penambahan lahan dan penanaman sawit, menyediakan anggaran Rp 60 juta-Rp 65 juta per ha. Anggaran itu untuk membeli lahan serta menanam dan merawat pohon sawit. Anggaran itu berlaku untuk empat tahun sampai tanaman berbuah.  Jika mengacu pada hitungan para emiten itu, untuk menambah 20.000 ha kebun sawit, setidaknya kelompok usaha ini harus menganggarkan Rp 1,8 triliun-Rp 1,95 triliun dalam empat tahun.

Tak cuma sawit, Grup Djarum juga mengembangkan HTI kayu di Kalimantan Timur. Grup perusahaan itu memiliki lahan seluas 20.000 ha yang sudah ditanami. Pengembangan bisnis itu untuk mendukung industri kertas.

Sampingan kedua, mengembangkan e-commerce. Melalui Blibli.com, Grup Djarum menganggarkan lebih dari US$ 1 juta per tahun untuk mengembangkan bisnis ini.

Grup Djarum tak ragu mengucurkan dana besar karena melihat potensi bisnis e-commerce di tanah air. Menurutnya,  e-commerce adalah bisnis masa depan. Nilai transaksi bisnis itu di Indonesia juga masih di bawah 1% terhadap total transaksi ritel.

Ketiga, mengembangkan bisnis elektronik melalui Polytron. Grup Djarum berencana fokus memproduksi televisi, kulkas, AC dan telepon seluler (ponsel). Perusahaan itu berambisi memenangkan pasar televisi LCD dan LED yang masih dipegang pabrikan Jepang dan Korea Selatan. Khusus untuk bisnis ponsel, perusahaan itu akan mengeluarkan terobosan anyar.

Asal tahu saja, Grup Djarum juga memiliki bisnis properti dan perhotelan. Proyeknya adalah mal Daan Mogot, WTC Mangga Dua, Grand Indonesia dan perumahan Resinda di Karawang, Jawa Barat.

Grup perusahaan tersebut juga dikenal memiliki portofolio investasi di sejumlah perusahaan lain. Misalnya di Bank BCA dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk. "Kami tidak ikut campur bisnisnya, kami percayakan pada profesional," kata Victor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan