Penyelenggara Fintech P2P Lending Berharap Ada Pengaturan Ulang Soal Biaya Pinjaman



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Berbagai masalah biaya menimbulkan kegalauan sendiri bagi para pelaku industri fintech p2p lending. Terutama terkait biaya layanan atau bunga yang dikenakan pada pinjaman.

Meski POJK 10 tahun 2022 terkait Fintech P2P Lending sudah terbit pada Juni tahun ini, ada beberapa poin yang sampai saat ini belum juga diatur salah satunya terkait manfaat ekonomi yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Adapun, saat ini batasan bunga maksimal yang berlaku di industri adalah 0,4% per hari yang sebelumnya mencapai 0,8% per hari. Batasan yang berlaku tersebut merupakan kesepakatan yang ditetapkan oleh asosiasi.


Baca Juga: Nilai Pendanaan Startup Fintech Indonesia pada Tahun 2022 Naik 8,4% YoY

Chief Marketing Officer Maucash Indra Suryawan mengungkapkan permintaan saat ini menginginkan agar biaya batasan layanan tersebut bisa diatur ulang, setidaknya bisa lebih tinggi dari sekarang yaitu 0,6% per hari.

“kalau rate bisa diatur lebih baik dan diberikan ruang gerak agar penetrasi produk ini bisa lebih baik,” ujar Indra kepada KONTAN, Kemarin.

Menurutnya, dengan tarif yang lebih besar bisa terjadi penanggulangan risiko agar gagal bayar bisa terhindarkan. Sebab, jika gagal bayar terjadi, minat pemberi dana atau sering dikenal sebagai pemberi pinjaman bisa turun.

Terlebih lagi, pada tahun 2023, Maucash menargetkan bisa mendanai pembiayaan hingga Rp 2,5 triliun. Dimana, pada tahun ini bantuan sudah mencapai Rp 2 triliun.

“Kita jaga pertumbuhan stabil sekitar 20%,” imbuh Indra.

Baca Juga: Berkaca Kasus Penipuan Mahasiswa IPB, Industri Fintech Perlu Benahi Manajemen Risiko

Tak hanya bunga layanan, CEO Akseleran Ivan Nikolas Tambunan mengatakan kesepakatan terkait aturan PPN yang dikenakan terhadap platform fintech P2P lending. Menurutnya, PPN sebesar 11% bagi pelaku industri fintech P2P lending terlalu memberatkan.

Editor: Noverius Laoli