Penyelewengan uang negara capai Rp 9,24 triliun



JAKARTA. Pengelolaan keuangan negara sampai saat ini masih saja belum membaik. Meskipun saat ini prosentase kementerian dan lembaga yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian dalam pengelolaan keuangan semakin meningkat, itu semua ternyata belum mempengaruhi kualitas pengelolaan keuangan mereka. Berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pengelolaan keuangan negara di semester II 2013, diketahui masih ada ketidakpatuhan pengelolaan keuangan negara sebesar Rp 13,96 triliun yang dilakukan aparatur negara.

Hadi Purnomo, Ketua BPK mengatakan, ketidakpatuhan dan lemahnya sistem pengelolaan keuanga negara tersebut telah mengakibatkan beberapa dampak. Salah satunya, bagi keuangan negara. Menurut Hadi, dari temuan tersebut sebanyak 3.542 kasus, senilai Rp 9,24 triliun di antaranya bisa mengakibatkan dampak pada keuangan negara. Dampak tersebut antara lain, merugikan keuangan negara Rp 1,78 triliun, berpotensi merugikan keuangan negara Rp 4,483 triliun, dan mengurangi potensi penerimaan negara Rp 2,63 triliun.

Ketidakpatuhan KKKS


Hadi mengatakan, beberapa ketidakpatuhan pengelolaan keuangan negara yang ditemukan oleh BPK tersebut, antara lain terjadi, pada pelaksanaan kontrak kerjasama minyak dan gas bumi pada delapan kontraktor kerjasama (KKKS). Dari temuan lembaganya, Hadi bilang, delapan KKKS yang diperiksa BPK tersebut tidak mau mematuhi ketentuan cost recovery dan perpajakan yang telah ditetapkan dan belum ditagih pemerintah.

"Ketidakpatuhan terhadap ketentuan tersebut telah mengakibatkan kekurangan penerimaan negara dari sektor migas sampai dengan Rp 994,80 miliar," kata Hadi di Jakarta Senin (14/4). Selain itu, ketidakpatuhan pengelolaan keuangan negara juga ditemukan oleh BPK dalam pengelolaan sejumlah badan usaha milik negara (BUMN).

Hadi bilang, dari hasil pemeriksaan yang dilakukan lembaganya terhadap 29 objek BUMN, BPK juga menemukan 265 ketidakpatuhan pengelolaan uang negara. Akibat ketidakpatuhan tersebut, uang negara senilai Rp 1,95 triliun terancam hilang. Secara lebih rinci Hadi mengatakan, ketidakpatuhan pengelolaan keuangan negara di perusahaan BUMN tersebut, salah satunya terjadi akibat pelaksanaan Program Bina Lingkungan BUMN Peduli.

Berkaitan dengan pelaksanaan program tersebut, BPK menemukan bahwa peraturan menteri BUMN yang berkaitan dengan pelaksanaan program tersebut tidak konsisten. Akibat peraturan tersebut, perencanaan dan pelaksanaan Program Bina Lingkungan BUMN Peduli senilai Rp 828,97 miliar tidak bisa dilaksanakan secara optimal. Salah satunya, terjadi pada program pembangunan rumah susun senilai Rp 151 miliar.

"Pembangunan tersebut tidak terdapat dalam rencana anggaran dan biaya pada perjanjian konstruksi antara PT Hutama Karya dengan Perum Perumnas dan belum terdapat kejelasan mengenai metode perputaran uang hasil penjualan rumah susun tersebut," katanya. Selain ketidakpatuhan, BPK juga menemukan pemborosan penggunaan anggaran negara sampai dengan Rp 4,72 triliun pada periode tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan