JAKARTA. Penggunaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) di Bank Pembangunan Daerah (BPD) masih sangat minim.Berdasarkan pemantauan Departemen Keuangan, per akhir September 2009 lalu, sebanyak 12 BPD penyalur telah menyetujui plafon kredit pangan dan energi sebesar Rp 513,73 miliar. Tapi realisasi penggunaannya cuma sekitar Rp 119,39 miliar. Artinya, penyerapan kredit pangan di BPD baru sebesar 23,6%.Salah satu sebab mengapa pencairan kredit rendah antara lain adalah petani menganggap beban bunga masih terlalu tinggi. Direktur Sistem manajemen Investasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan (Depkeu), Soritaon Siregar, menjelaskan, Departemen Pertanian (Deptan) meminta beban bunga kepada petani diturunkan lebih rendah lagi.Sejatinya Depkeu tidak keberatan dengan usulan yang diajukan Deptan. "Asalkan Deptan menyerahkan kajian mengenai berapa besar bunga yang mampu ditanggung petani," tutur Soritaon.Berdasarkan kajian Depkeu, kendala lain yang sering menghambat penyaluran kredit pangan dan energi adalah petani di daerah masih kesulitan memenuhi serangkaian persyaratan administrasi. Persyaratan yang tidak bisa dipenuhi itu seperti sertifikasi lahan maupun kejelasan lahan mana yang boleh digunakan untuk usaha ini.Pemerintah menetapkan tingkat bunga KKP dengan acuan bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). KKP-E Tebu sebesar LPS+5%, sementara KKP-E Non Tebu LPS+6%. Masing-masing petani akan menanggung bunga 7% dan 6%.Direktur BPD Jawa Timur Muljanto menganggap bunga yang berlaku sudah ringan. Sebab, jika murni menggunakan bunga pasar di kisaran 13% tentu memberatkan. Ia beranggapan, kredit tidak terserap karena momentumnya tak tepat. Muljanto berharap, penyaluran kredit bisa lebih cepat dan sesuai waktu.Sedangkan Direktur Utama BPD Papua Eddy Rainal Sinulingga berpendapat, penyaluran lambat karena sosialisasi di tingkat daerah masih kurang. Apalagi di Papua ada kendala berupa wilayah yang sangat luas.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Penyerapan Kredit Pangan di BPD Hanya 23%
JAKARTA. Penggunaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) di Bank Pembangunan Daerah (BPD) masih sangat minim.Berdasarkan pemantauan Departemen Keuangan, per akhir September 2009 lalu, sebanyak 12 BPD penyalur telah menyetujui plafon kredit pangan dan energi sebesar Rp 513,73 miliar. Tapi realisasi penggunaannya cuma sekitar Rp 119,39 miliar. Artinya, penyerapan kredit pangan di BPD baru sebesar 23,6%.Salah satu sebab mengapa pencairan kredit rendah antara lain adalah petani menganggap beban bunga masih terlalu tinggi. Direktur Sistem manajemen Investasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan (Depkeu), Soritaon Siregar, menjelaskan, Departemen Pertanian (Deptan) meminta beban bunga kepada petani diturunkan lebih rendah lagi.Sejatinya Depkeu tidak keberatan dengan usulan yang diajukan Deptan. "Asalkan Deptan menyerahkan kajian mengenai berapa besar bunga yang mampu ditanggung petani," tutur Soritaon.Berdasarkan kajian Depkeu, kendala lain yang sering menghambat penyaluran kredit pangan dan energi adalah petani di daerah masih kesulitan memenuhi serangkaian persyaratan administrasi. Persyaratan yang tidak bisa dipenuhi itu seperti sertifikasi lahan maupun kejelasan lahan mana yang boleh digunakan untuk usaha ini.Pemerintah menetapkan tingkat bunga KKP dengan acuan bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). KKP-E Tebu sebesar LPS+5%, sementara KKP-E Non Tebu LPS+6%. Masing-masing petani akan menanggung bunga 7% dan 6%.Direktur BPD Jawa Timur Muljanto menganggap bunga yang berlaku sudah ringan. Sebab, jika murni menggunakan bunga pasar di kisaran 13% tentu memberatkan. Ia beranggapan, kredit tidak terserap karena momentumnya tak tepat. Muljanto berharap, penyaluran kredit bisa lebih cepat dan sesuai waktu.Sedangkan Direktur Utama BPD Papua Eddy Rainal Sinulingga berpendapat, penyaluran lambat karena sosialisasi di tingkat daerah masih kurang. Apalagi di Papua ada kendala berupa wilayah yang sangat luas.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News