JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) menilai penyerapan bahan baku rotan oleh industri rotan di Indonesia sangat kecil hanya mencapai 12,14% dari total potensi rotan yang ada. Untuk itu, mereka berharap ekspor rotan tetap bisa dilakukan agar potensi yang ada tidak sia-sia.Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI), Julius Hoesan, mengatakan, potensi rotan di dalam negeri mencapai 247.000 ton per tahun. Namun rotan yang terserap industri mebel rotan di dalam negeri hanya sekitar 30.000 ton per tahun. "Jika ekspor rotan dihentikan maka akan ada kelebihan pasokan," kata Julius, Rabu (28/9).Menurut Julius, selama ini industri mebel rotan masih terpusat di Pulau Jawa, sehingga kebijakan proteksi rotan hanya akan menguntungkan industri di Pulau Jawa. Sedangkan petani rotan di Aceh, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat (NTB) berpotensi kehilangan mata pencahariannya.Julius mengatakan, selama ini ekspor rotan yang dilakukan telah banyak menyumbang devisa bagi negara. Selain itu, rotan diekspor dalam bentuk setengah olahan jadi menyerap tenaga kerja yang banyak.Kuota yang diizinkan pemerintah untuk ekspor rotan mencapai 76.000 ton per tahun. Namun selama ini, hanya terealisasi sekitar 60% hingga 70% saja. Penyebabnya, menurut Julius karena untuk bisa mengekspor harus diimbangi dengan memberikan pasokan ke dalam negeri dalam jumlah tertentu. Namun karena penyerapan di dalam negeri kurang, ekspor pun terbatas. Hal itu menurutnya juga terjadi di Cirebon yang merupakan pusat industri rotan di sana. Terminal rotan di sana kesulitan untuk memasarkan rotan ke industri.Menurut Julius, nilai ekspor rotan berbeda-beda tergantung jenis dan olahannya. Untuk setiap satu ton rotan nilainya sekitar US$ 1.000 hingga US$ 2.500.Terminal bahan baku rotan di Cirebon, CV Sumber Sulawesi juga mengeluhkan penyerapan bahan baku rotan di sana sejak krisis tahun 2008. Pimpinan Cabang CV Sumber Sulawesi, Elvis, mengatakan, penurunan penyerapan rotan dari tahun 2008 hingga 2011 sudah sekitar 50%. "Menurut industri mebel karena permintaan mebel rotan dunia turun," kata Elvis.Ketua Umum Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI), M Hatta Sinatra, mengatakan, ekspor mebel rotan memang terus mengalami penurunan hingga penyerapan bahan baku juga turun. Tahun ini penurunannya diperkirakan lebih dari 30% dari tahun lalu. Hal itu disebabkan karena permintaan dunia yang turun akibat krisis. Selain itu, mebel rotan Indonesia juga kalah bersaing dari mebel rotan China dan Vietnam yang mengambil bahan baku dari Indonesia. Menteri Perindustrian, MS Hidayat, mengatakan, fakta di lapangan, industri mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku rotan. Hal itu terjadi karena rotan yang bagus sudah diekspor dengan harga yang lebih mahal. "Ekspor rotan hanya membuat industri mebel rotan di Vietnam dan China maju pesat," kata Hidayat.Hidayat mengatakan, ekspor rotan harus dilarang selama periode tertentu untuk memperkuat industri mebel rotan di dalam negeri. Ia mengakui, kebijakan itu akan membuat segelintir trader yang mengatasnamakan petani merasa dirugikan. Namun imbasnya industri mebel dalam negeri akan tumbuh dan bisa menyerap banyak tenaga kerja dan memberi banyak nilai tambah.Jika ekspor rotan dilarang, selanjutnya rotan yang diproduksi akan dijual ke buffer stock yang akan didirikan di pusat industri mebel rotan di Cirebon, Solo, Surabaya dan sentra mebel rotan di Pulau Sulawesi. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Penyerapan rotan di dalam negeri hanya 12,14%
JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) menilai penyerapan bahan baku rotan oleh industri rotan di Indonesia sangat kecil hanya mencapai 12,14% dari total potensi rotan yang ada. Untuk itu, mereka berharap ekspor rotan tetap bisa dilakukan agar potensi yang ada tidak sia-sia.Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI), Julius Hoesan, mengatakan, potensi rotan di dalam negeri mencapai 247.000 ton per tahun. Namun rotan yang terserap industri mebel rotan di dalam negeri hanya sekitar 30.000 ton per tahun. "Jika ekspor rotan dihentikan maka akan ada kelebihan pasokan," kata Julius, Rabu (28/9).Menurut Julius, selama ini industri mebel rotan masih terpusat di Pulau Jawa, sehingga kebijakan proteksi rotan hanya akan menguntungkan industri di Pulau Jawa. Sedangkan petani rotan di Aceh, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat (NTB) berpotensi kehilangan mata pencahariannya.Julius mengatakan, selama ini ekspor rotan yang dilakukan telah banyak menyumbang devisa bagi negara. Selain itu, rotan diekspor dalam bentuk setengah olahan jadi menyerap tenaga kerja yang banyak.Kuota yang diizinkan pemerintah untuk ekspor rotan mencapai 76.000 ton per tahun. Namun selama ini, hanya terealisasi sekitar 60% hingga 70% saja. Penyebabnya, menurut Julius karena untuk bisa mengekspor harus diimbangi dengan memberikan pasokan ke dalam negeri dalam jumlah tertentu. Namun karena penyerapan di dalam negeri kurang, ekspor pun terbatas. Hal itu menurutnya juga terjadi di Cirebon yang merupakan pusat industri rotan di sana. Terminal rotan di sana kesulitan untuk memasarkan rotan ke industri.Menurut Julius, nilai ekspor rotan berbeda-beda tergantung jenis dan olahannya. Untuk setiap satu ton rotan nilainya sekitar US$ 1.000 hingga US$ 2.500.Terminal bahan baku rotan di Cirebon, CV Sumber Sulawesi juga mengeluhkan penyerapan bahan baku rotan di sana sejak krisis tahun 2008. Pimpinan Cabang CV Sumber Sulawesi, Elvis, mengatakan, penurunan penyerapan rotan dari tahun 2008 hingga 2011 sudah sekitar 50%. "Menurut industri mebel karena permintaan mebel rotan dunia turun," kata Elvis.Ketua Umum Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI), M Hatta Sinatra, mengatakan, ekspor mebel rotan memang terus mengalami penurunan hingga penyerapan bahan baku juga turun. Tahun ini penurunannya diperkirakan lebih dari 30% dari tahun lalu. Hal itu disebabkan karena permintaan dunia yang turun akibat krisis. Selain itu, mebel rotan Indonesia juga kalah bersaing dari mebel rotan China dan Vietnam yang mengambil bahan baku dari Indonesia. Menteri Perindustrian, MS Hidayat, mengatakan, fakta di lapangan, industri mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku rotan. Hal itu terjadi karena rotan yang bagus sudah diekspor dengan harga yang lebih mahal. "Ekspor rotan hanya membuat industri mebel rotan di Vietnam dan China maju pesat," kata Hidayat.Hidayat mengatakan, ekspor rotan harus dilarang selama periode tertentu untuk memperkuat industri mebel rotan di dalam negeri. Ia mengakui, kebijakan itu akan membuat segelintir trader yang mengatasnamakan petani merasa dirugikan. Namun imbasnya industri mebel dalam negeri akan tumbuh dan bisa menyerap banyak tenaga kerja dan memberi banyak nilai tambah.Jika ekspor rotan dilarang, selanjutnya rotan yang diproduksi akan dijual ke buffer stock yang akan didirikan di pusat industri mebel rotan di Cirebon, Solo, Surabaya dan sentra mebel rotan di Pulau Sulawesi. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News