Penyitaan aset First Travel bisa berbenturan dengan perkara perdata niaga



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyitaan aset PT First Anugerah Karya Wisata alias First Travel atas proses pidana yang dilakukan oleh petinggi-petinggi First Travel Andhika Surachman, Annisa Hasibuan, dan Kiki Hasibuan berpotensi terbentur dengan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang juga sedang berjalan.

Dari penelusuran KONTAN, aset First Travel yang disita adalah 11 unit mobil, 3 rumah tinggal, 1 apartemen , gedung kantor beserta isinya seperti perabotan kursi, meja, komputer, uang Rp 1.539.715.000 yang disita dari berbagai rekening. Ini yang kelak akan dikelola kepengurusan jemaah, jika tuntutan dikabulkan majelis hakim. Nilainya ditaksir sekitar Rp 8 miliar.

Salah satu pengurus PKPU First Travel Sexio Noor Sidqi menyebutkan, benturan dapat terjadi lantaran tak ada lagi aset First Travel selain yang disita. Sementara dalam tuntutan yang diajukan Jaksa pada Sidang di Pengadilan Depok pekan lalu, aset-aset akan dibagikan oleh kepengurusan yang dibentuk oleh jemaah.


"Apakah kemudian proses PKPU kita diakui, dan bisa berpartisipasi dalam distribusi aset tersebut. Karena kalau tidak kan tentu akan berbenturan dengan proses di sini," katanya kepada KONTAN di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Selasa (15/5).

Sebelumnya, salah satu jaksa penuntut umum Tiazara Lenggogeni menyebutkan, dalam tuntutannya, jaksa meminta agar aset-aset First Travel yang disita dapat disalurkan melalui kepengurusan yang dibentuk jemaah.

"Sebenarnya sudah ada kepengurusan yang dibentuk jemaah, dan akta notarisnya juga sudah kita ajukan ke persidangan. Sehingga dalam tuntutan kami minta agar aset-aset tersebut kemudian bisa dikelola oleh pengurus pengelola tersebut untuk dibagikan ke jemaah," katanya saat dihubungi KONTAN pekan lalu.

Sementara soal keterkaitan antara proses pengadilan niaganya, Jaksa Tiazahra menjawab diplomatis. Sebab jika akhirnya pailit, aset-aset tersebut yang kelak akan jadi sumber pelunasan kewajiban First Travel kepada kreditur.

"Sebagai jaksa, kami hanya menjalankan tugas, soal penyitaan aset. Kalau soal niaganya, mungkin beda koridor ya," lanjutnya.

Sayangnya, rencana Distribusi aset oleh kepengurusan tersebut tak diketahui seluruh kreditur. Nadir, Ketua Paguyuban Korban First Travel Indonesia salah satunya. Ia mengatakan, bahwa belum mengetahui rencana adanya pembagian aset yang diaita tersebut.

"Kami belum tau ada kepengurusan soal itu, karena sebenarnya dari puluhan ribu korban jemaah, ada banyak kelompok pula. Tapi wacana itu memang sebelumnya sempat muncul. Itupun dari lawyer-lawyer," katanya dalam kesempatan yang sama.

Proses PKPU First Travel sendiri telah segera berakhir. Jumat (18/5) akan diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat nasib First Travel selanjutnya. Hari ini, Senin (14/5) rapat pemungutan suara (voting) juga telah digelar. Hasilnya kreditur lebih memilih berdamai dengan First Travel.

Dalam rapat voting ada 47.452 kreditur yang merupakan jemaah First Travel dengan tagihan senilai Rp 749 miliar yang hadir. Hasilnya 31.811 kreditur pemilik tagihan senilai Rp 503 miliar menyetujui perdamaian. Sisanya, 15.641 kreditur dengan tagihan senilai Rp 245 menolaknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sofyan Hidayat