Penyulut inflasi bertambah



Inflasi selalu di level rendah dalam tiga tahun terakhir. Bila diperhatikan, hal ini tecermin dari inflasi inti yang rendah lantaran demand stagnan. Ini mungkin masih akan berlanjut tahun ini, tapi pendorong inflasi bakal lebih kompleks.

Pertama adalah volatile food. Inflasi sisi ini cenderung lebih mudah dikendalikan dengan menjaga stabilitas pasokan bahan pangan. Namun, November dan Desember sudah kelihatan harga pangan naik, bahkan masih berlanjut hingga Januari ini.

Pemerintah harus mewaspadai ini. Seharusnya, pasokan pangan dijaga jauh-jauh hari, jangan mepet dengan panen raya seperti belakangan ini.


Kedua, harga minyak sebentar lagi menembus US$ 80 per barel. Dengan begini, asumsi dari harga minyak perlu secepatnya direvisi. Tujuannya, ada kepastian dan memastikan pasokan BBM stabil.

Adapun, dari sisi penyatuan tarif listrik, bisa jadi akan mendongkrak inflasi. Namun, seharusnya hal itu jangan sampai terjadi. Subsidi yang sudah ada seharusnya dipertahankan.

Jadi, ada dua tantangan inflasi pada tahun ini, yaitu volatile food dan administered prices? Yang mana yang lebih berat?

Saya melihat, tantangan volatile food terhadap inflasi hanya sampai Maret karena ada panen raya. Harga berasnya memang cukup tinggi sekarang, tetapi Maret akan terus menurun. Sedangkan Lebaran tahun ini akan jatuh pada Juni, semestinya sudah diantisipasi sejak Maret.

Kalau di sisi administered prices, harga komoditas naik terus sehingga hal ini yang harus diperhatikan benar-benar. Fiskal kita seharusnya sudah siap. Saya melihat, inflasi tahun ini sekitar 3,6% sehingga masih dalam batas yang terkendali. Namun, ini bisa berubah ketika harga minyak tembus US$ 80 per barel lalu ternyata efek dari pilkada pada tahun ini tidak diimbangi dengan peredaran barangnya.

Pilkada akan mendongkrak uang beredar sebesar 10%. Ini harus diimbangi dengan barang yang beredar. Kalau tidak, inflasi semakin besar.        

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi