Per 28 September, realisasi restrukturisasi kredit 100 bank tembus Rp 904,3 triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program keringanan kredit bagi debitur yang terdampak pandemi Covid-19 atau restrukturisasi terus berlanjut. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat realisasi restrukturisasi kredit perbankan di Tanah Air telah mencapai 16,75% dari total outstanding kredit per 28 September 2020.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, berdasarkan data yang dihimpun regulator realisasi restrukturisasi per 28 September 2020 yang dilakukan oleh 100 bank telah menembus Rp 904,3 triliun. Restrukturisasi tersebut diberikan kepada lebih dari 7,5 juta debitur.

Baca Juga: Penyerapan pembiayaan korporasi dalam PEN masih rendah, ini penyebabnya


Bila dirinci, restrukturisasi tersebut mayoritas diberikan kepada 5,82 juta debitur UMKM dengan nilai outstanding alias baki debet sebesar Rp 359,98 triliun dan 1,64 juta debitur non-UMKM sisanya senilai Rp 544,31 triliun.

Data ini menurut Wimboh mengatakan debitur-debitur yang menerima restrukturisasi tersebut merupakan nasabah yang kesulitan atau tidak mampu mengangsur pokok maupun bunga hingga usahanya bisa beraktivitas normal kembali.

"Sekarang sudah mulai kita berbagai insentif yang didesain Kemenkeu terkait subsidi UMKM dan juga penjaminan baik UMKM dan korporasi untuk memberi ruang ke pelaku usaha untuk bangkit kembali," kata Wimboh dalam Ceremony Capital Market Summit anda Expo (CMSE), Senin (19/10).

Bukan cuma sektor perbankan saja, sektor industri keuangan non bank (IKNB) juga mendapatkan keringan serupa. Realisasinya menurut data OJK per 13 Oktober 2020 sudah sebesar Rp 175,21 triliun restrukturisasi diberikan ke 4,73 jumlah kontrak.

Restrukturisasi tersebut diberikan kepada 651.000 UMKM dan Ojol dengan penundaan bayar pokok Rp36,71 triliun dan bunga Rp 9,49 triliun, sedangkan restrukturisasi ke non UMKM dan non Ojol diberikan kepada 4,08 juta kontrak dengan penundaan pokok Rp 100,5 triliun dan bunga Rp 28,87 triliun.

"Jumlah restrukturisasi sduah mulai flat, kelihatannya magnitude sudah optimal tidak akan nambah lagi atau nasabah sudah semakin kecil. Sekarang permasalahan kita bagaimana yang sudah bisa bertahan ini ke depan, bagaimana bangkit lagi," imbuhnya.

Baca Juga: Kesulitan likuiditas, AirAsia X Berhad tempuh restrukturisasi utang

Kondisi pengajuan maupun pemberian restrukturisasi yang sudah stagnan atau melandai ini menurut Wimboh menandakan kondisi ekonomi sedang menuju pemulihan.

Ke depan, pihaknya akan berupaya untuk menjaga kondisi sistem jasa keuangan di Indonesia menjadi lebih stabil, terutama dari sisi likuiditas.

"Likuiditas harus jadi hal yang kita prioritaskan. Bagaimana agar masyarakat tidak terkendala," pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto