KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kredit yang belum disalurkan perbankan sampai dengan awal kuartal III 2018 ini tercatat masih terus naik. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Statistik Perbankan Indonesia (SPI) per Juli 2018 menjabarkan, fasilitas kredit kepada nasabah yang belum ditarik alias
undisbursed loan (UL) mencapai Rp 1.469,75 triliun. Jumlah tersebut naik sebesar 6,45% secara tahunan atau
year on year (yoy) dari posisi periode yang sama tahun lalu Rp 1.380,89 triliun.
Artinya, dari total kredit perbankan yang mencapai Rp 5.029,62 triliun pada bulan Juli 2018 lalu. Sebanyak 29,21% di antaranya merupakan kredit yang belum disalurkan. Praktis tak banyak bergerak dari porsi di periode tahun sebelumnya yang mencapai 30,63%. Nah bila dirinci, dari jumlah tersebut jumlah UL commited hanya sebesar Rp 363,12 triliun pada bulan Juli 2018. Sementara sisanya sebanyak Rp 1.106,62 atau sebesar 75,3% masih dalam kategori UL uncommited. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah menyampaikan, bila merujuk pada pertumbuhan ekonomi dan kondisi makroprudensial Indonesia saat ini. Jumlah UL tersebut masih dalam batas yang wajar dan aman. "Kalau dilihat rasionya, sebenarnya tidak begitu berubah. Itu menunjukan perilaku yang kita hadapi di dunia perbankan saat ini relatif stabil. Artinya rasionya masih sekitar 28% sampai 30%. Rata-rata memang seperti itu," ujar Halim saat ditemui di Jakarta, Senin (25/9).
Menurutnya, kredit yang belum ditarik kebanyakan didominasi oleh kredit modal kerja. Halim menjelaskan, dalam penyaluran kredit modal kerja. Perbankan memang sudah lebih dulu menyiapkan likuiditas untuk kebutuhan pinjaman modal kerja sebelum permintaan kredit masuk. Hal ini semata-mata dilakukan bank untuk menghadapi permintaan kredit yang melonjak pada saat kondisi ekonomi ataupun iklim usaha tengah membaik. Sementara masih tingginya nilai kredit yang belum disalurkan, Halim menyebut saat ini debitur memang cenderung hati-hati dalam meminjam kredit lantaran kondisi yang tak stabil. "Pasti dia (bank) akan menyediakan modal kerjanya lebih dulu. Daripada permintaan yang terjadi. Kondisi seperti sekarang debitur sedang siap siap dan perbankan juga bersiap. Supaya ketika permintaan yang dihadapi meningkat, bank sudah siap dengan pembiayaannya dan sebaliknya," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Narita Indrastiti