Per Oktober, utang swasta naik jadi US$161,29 M



JAKARTA. Kondisi perlambatan ekonomi tidak membuat korporasi mengerem dalam berutang. Malah sebaliknya, Utang Luar Negeri (ULN) yang dicetak oleh korporasi terus saja naik.

Data terbaru ULN yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI) menyebutkan ULN korporasi pada bulan Oktober 2014 mencapai US$ 161,29 miliar atau naik 1,22% dari posisi bulan sebelumnya yang sebesar US$ 159,35 miliar.

ULN pemerintah naik 0,9% menjadi US$ 126,55 miliar dari bulan sebelumnya US$ 125,41 miliar.  Alhasil, secara nominal keseluruhan utang pada bulan Oktober sebesar US$ 294,46 miliar, naik US$ 2,1 miliar dari posisi bulan September US$ 292,29 miliar.


Utang swasta memakan porsi 54,8% dari keseluruhan utang. Posisi utang swasta yang meningkat dipengaruhi beberapa sektor utama yaitu sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, listrik, gas dan air bersih yang pangsa kontribusinya mencapai 77,5% dari total ULN swasta.

Pertama, ULN sektor keuangan serta listrik, gas dan air bersih masing-masing tumbuh 34,3% dan 5,1% bila dibanding periode yang sama tahun lalu. Dua sektor tersebut pada Oktober 2014 utangnya tercatat US$ 135,58 miliar dan US$ 22,66 miliar.

Kedua, ULN sektor pengolahan. Industri ini tumbuh 12,2% yaitu sebesar US$ 33,83 miliar. Sementara, untuk industri pertambangan mengalami kontraksi 0,7% menjadi US$ 25,73 miliar.

Utang swasta yang terus tinggi ini perlu diwaspadai. Pasalnya, berdasarkan survei yang dilakukan BI hanya sebagian kecil dari total ULN swasta yang melakukan lindung nilai alias hedging.

Berdasarkan survei terbaru BI terhadap 153 responden yang mengcover 70% dari posisi ULN swasta non bank, hanya 13,6% yaitu US$ 9,6 miliar dari nominal utang US$ 70,4 miliar yang melakukan forex hedging.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan tingginya korporasi yang meminjam utang dari perbankan luar negeri karena likuiditas di luar berlimpah.

Apalagi suku bunga Amerika sedang rendah-rendahnya. "Bahkan bank pun meminjam utang dari luar meningkat," ujar Mirza, Rabu (17/12).

Ia mengakui, salah satu sumber kerentanan negara berkembang muncul dari tingginya ULN, di mana Indonesia posisi ULN terhadap PDB sudah mencapai 31,2%. Bila dibanding negara sejawat lainnya, Indonesia termasuk tinggi. India rasionya 23,5%, Brazil 21,6%, China 8,5%, Russia 33,9%, Afrika Selatan 41,8%, dan Turki 52,9%.

Mirza menekankan pentingnya hedging bagi korporasi dalam melakukan pinjaman. Nilai tukar rupiah yang sedang dalam tekanan bisa menjadi risiko tersendiri bagi ULN. Maka dari itu, BI telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/20/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non Bank.

Aturan ini mengatur salah satunya tentang langkah hedging yang harus dilakukan sebelum utang jatuh tempo."Bukan tidak boleh berutang tapi harus hedging," tandasnya. Adapun PBI tersebut akan berlaku pada awal tahun depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto