Per September, BPJS Ketenagakerjaan Bayar 2,3 Juta Klaim JHT senilai Rp 35,6 Triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat, hingga September 2024, jumlah klaim Jaminan Hari Tua (JHT) yang telah dibayarkan sebanyak 2,3 juta pekerja dengan nominal Rp 35,6 triliun. 

Angka tersebut turun sebesar 15% jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.

Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan, Oni Marbun mengatakan bahwa dari total kasus klaim JHT tersebut, sebesar 29% atau 693,6 ribu penerima manfaat merupakan pekerja terkena dampak PHK, dan sisanya karena mengundurkan diri.


“Di mana, angka tersebut meningkat 26% secara year on year (YoY), dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” kata Oni kepada KONTAN, Selasa (29/10). 

Baca Juga: PHK Masih Tinggi, BPJS Ketenagakerjaan Bayar Manfaat JKP Rp 289,96 Miliar

Lebih lanjut, Oni menyebutkan bahwa hingga Setember 2024, BPJS Ketenagakerjaan juga telah membayarkan manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sekitar 40 ribu lebih pekerja ter PHK dengan total nominal mencapai Rp 289,96 miliar. Nominal tersebut meningkat 14% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya.

“Hingga September 2024, untuk penerima manfaat JKP meningkat 14% atau sebanyak 23.545 pekerja lebih banyak dibandingkan September 2023," imbuhnya. 

Perlu diketahui, gelombang PHK semakin marak terjadi di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), jumlah pekerja terkena PHK Januari—Septmeber 2024 mencapai 52.993 pekerja. 

Dengan kondisi tersebut, ditambah perekonomian global dan nasional yang masih mengalami volatilitas luar biasa, ia menuturkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan terus berkomitmen untuk mengelola JHT dan JKP secara profesional dan selalu sesuai dengan aturan yang berlaku.

Baca Juga: Dana Kelolaan BPJS Ketenagakerjaan Rp 776,80 Triliun hingga September 2024

Lebih lanjut, dia memprediksi, hingga tahun depan, gelombang PHK kemungkinan masih akan terus berlanjut, maka dari itu pihaknya menyiapkan strategi yang antisipatif dalam mengelola portofolio investasi dengan memperhatikan kondisi likuiditas, solvabilitas, optimasi hasil investasi, dan prinsip kehati-hatian. 

“Untuk itu, kami senantiasa akan mengelola dengan prinsip liability driven, yang artinya kita tidak hanya mencari return, tapi kita juga memastikan bahwa klaim dari peserta bisa kita bayarkan,” kata dia kepada Kontan.co.id, Senin (23/9). 

Selaras dengan hal ini, Ekonom Permata Bank, Josua Pardede memprediksi, jumlah pengangguran terbuka di Indonesia akan meningkat hingga tahun 2025. Sehingga hal ini berpotensi menurunkan daya beli masyarakat yang akhirnya dapat mengurangi konsumsi domestik.

Josua menilai, aktivitas ekonomi dan pendapatan perusahaan yang turun berimbas pada penerimaan pajak dari sektor korporasi dan pajak penghasilan individu juga akan menurun.

"Dan pada akhirnya, pemerintah memang perlu meningkatkan anggaran belanja terutama untuk program-program sosial, seperti bantuan pengangguran yang juga akan berpotensi menambah beban fiskal," terang Josua kepada KONTAN, Selasa (29/10).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih