JAKARTA. Price earning ratio (PER) merupakan salah satu indikator yang paling mudah untuk menentukan mahal atau tidaknya sebuah emiten. Semakin tinggi PER yang dimiliki suatu emiten, maka semakin mahal harga saham tersebut. Namun, ada kalanya PER yang tinggi justru tidak membatasi ruang gerak saham emiten yang bersangkutan.Lihat saja, sejumlah saham emiten perbankan tercatat memiliki PER yang terbilang tinggi dibanding PER industri. Kendati demikian, minat investor terhadap saham ini masih besar. Sebagai contoh, ada saham PT Bank Tabungan Pensiunan Negara Tbk (BTPN) dan PT Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk (SDRA) yang memiliki PER masing-masing 14,07 kali dan 15,19 kali. Padahal, berdasarkan data Bloomberg, PER industri perbankan ada di kisaran 0,7 kali-0,79 kali.Teranyar, ada saham PT Bank Nationalnobu Tbk (NOBU) yang semakin meramaikan bursa dan pergerakan sahamnya tak kalah lincah jika dibandingkan pendahulunya. Padahal, PER NOBU juga jauh lebih tinggi, yaitu 20 kali-26,5 kali.Sekadar menyegarkan kembali, NOBU melepas 2,15 miliar saham, atau setara dengan 52% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Kala itu, saham perdana Bank Nobu ditawarkan sekitar Rp 325-Rp 400 per saham. Valuasi saham itu mencerminkan price to book value (PBV) 2,56 kali hingga 3,1 kali.Sebagai perbandingan, PBV market saat ini sekitar 3 kali-4 kali. Harga itu juga mencerminkan price to earning ratio (PER) tahun 2013 sebesar 20,8 kali-25,6 kali. PT Ciptadana Securities, selaku pihak underwriting IPO NOBU kala itu mengakui, PER kliennya memang diatas rata-rata PER industri perbankan.Tapi tetap saja, PER yang tinggi itu tidak mampu menghentikan kelincahan saham NOBU. Bahkan, pada hari pertamanya di bursa, NOBU menempati posisi top gainers ketiga. Saat itu, saham NOBU ditutup pada level 430, naik 55 poin atau sekitar 14,67% lebih tinggi dibandingkan dengan level harga pembukaan, Rp 375.Pengamat Pasar Modal, Yanuar Rizky, menjelaskan, besaran PER tersebut tergantung pada kondisi teknikal dan fundamental. "Kalau harga (teknikal) melebihi ekspektasi earning (fundamental) kan bisa karena 'digoreng' atau karena investor melihat sisi fundamental dari saham itu," imbuhnya kepada KONTAN, akhir pekan lalu.Khusus untuk saham BTPN, sahamnya terlihat menarik karena dipicu oleh posisi BTPN yang saat ini telah menjadi bagian Sumitomo Mitsui Banking Corp (SMBC) yang juga memiliki profil baik di mata para investor. Sementara untuk NOBU, karena bank ini memiliki afiliasi dengan Lippo Group."Posisi NOBU yang terafiliasi dengan Lippo Group bisa memberikan sinyal liquidity provider-nya sedang tinggi. Jadi, ada ekspektasi hal itu didorong oleh corporate action dan technical liquidity (ada market makernya)," papar Yanuar.Lukas Setia Atmaja, Pengamat Pasar Modal, sekaligus Pengajar Investasi dan Ketua Departemen Keuangan Prasetiya Mulya Business School, memiliki pandangan yang hampir serupa. Kelincahan saham BTPN dan SDRA itu disebabkan oleh pandangan fundamental investor yang menilai cerahnya prospek bisnis kedua emiten ini di masa mendatang."Tapi jika dihari pertama listing saham NOBU bisa menjadi top gainers, kemungkinan hal itu dikarenakan NOBU 'dikawal' oleh pihak underwriter," imbuh Lukas, kepada KONTAN, akhir pekan lalu.Lebih jauh Lukas menjelaskan, maksud kata 'dikawal' itu adalah upaya underwriter, dalam hal ini Ciptadana Securities, untuk menjaga pergerakan saham NOBU supaya tidak turun. Caranya, underwriter menyiapkan duit khusus untuk membeli saham NOBU di pasar sekunder."Tentunya pihak underwriter tidak ingin harga saham kliennya di pasar terlihat menurun. Cara ini sudah umum dilakukan oleh mereka. Tunggu saja, tren saham NOBU yang seperti ini paling bertahan seminggu atau dua minggu ke depan," jelas Lukas.
PER tinggi, saham emiten bank ini tetap diburu
JAKARTA. Price earning ratio (PER) merupakan salah satu indikator yang paling mudah untuk menentukan mahal atau tidaknya sebuah emiten. Semakin tinggi PER yang dimiliki suatu emiten, maka semakin mahal harga saham tersebut. Namun, ada kalanya PER yang tinggi justru tidak membatasi ruang gerak saham emiten yang bersangkutan.Lihat saja, sejumlah saham emiten perbankan tercatat memiliki PER yang terbilang tinggi dibanding PER industri. Kendati demikian, minat investor terhadap saham ini masih besar. Sebagai contoh, ada saham PT Bank Tabungan Pensiunan Negara Tbk (BTPN) dan PT Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk (SDRA) yang memiliki PER masing-masing 14,07 kali dan 15,19 kali. Padahal, berdasarkan data Bloomberg, PER industri perbankan ada di kisaran 0,7 kali-0,79 kali.Teranyar, ada saham PT Bank Nationalnobu Tbk (NOBU) yang semakin meramaikan bursa dan pergerakan sahamnya tak kalah lincah jika dibandingkan pendahulunya. Padahal, PER NOBU juga jauh lebih tinggi, yaitu 20 kali-26,5 kali.Sekadar menyegarkan kembali, NOBU melepas 2,15 miliar saham, atau setara dengan 52% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Kala itu, saham perdana Bank Nobu ditawarkan sekitar Rp 325-Rp 400 per saham. Valuasi saham itu mencerminkan price to book value (PBV) 2,56 kali hingga 3,1 kali.Sebagai perbandingan, PBV market saat ini sekitar 3 kali-4 kali. Harga itu juga mencerminkan price to earning ratio (PER) tahun 2013 sebesar 20,8 kali-25,6 kali. PT Ciptadana Securities, selaku pihak underwriting IPO NOBU kala itu mengakui, PER kliennya memang diatas rata-rata PER industri perbankan.Tapi tetap saja, PER yang tinggi itu tidak mampu menghentikan kelincahan saham NOBU. Bahkan, pada hari pertamanya di bursa, NOBU menempati posisi top gainers ketiga. Saat itu, saham NOBU ditutup pada level 430, naik 55 poin atau sekitar 14,67% lebih tinggi dibandingkan dengan level harga pembukaan, Rp 375.Pengamat Pasar Modal, Yanuar Rizky, menjelaskan, besaran PER tersebut tergantung pada kondisi teknikal dan fundamental. "Kalau harga (teknikal) melebihi ekspektasi earning (fundamental) kan bisa karena 'digoreng' atau karena investor melihat sisi fundamental dari saham itu," imbuhnya kepada KONTAN, akhir pekan lalu.Khusus untuk saham BTPN, sahamnya terlihat menarik karena dipicu oleh posisi BTPN yang saat ini telah menjadi bagian Sumitomo Mitsui Banking Corp (SMBC) yang juga memiliki profil baik di mata para investor. Sementara untuk NOBU, karena bank ini memiliki afiliasi dengan Lippo Group."Posisi NOBU yang terafiliasi dengan Lippo Group bisa memberikan sinyal liquidity provider-nya sedang tinggi. Jadi, ada ekspektasi hal itu didorong oleh corporate action dan technical liquidity (ada market makernya)," papar Yanuar.Lukas Setia Atmaja, Pengamat Pasar Modal, sekaligus Pengajar Investasi dan Ketua Departemen Keuangan Prasetiya Mulya Business School, memiliki pandangan yang hampir serupa. Kelincahan saham BTPN dan SDRA itu disebabkan oleh pandangan fundamental investor yang menilai cerahnya prospek bisnis kedua emiten ini di masa mendatang."Tapi jika dihari pertama listing saham NOBU bisa menjadi top gainers, kemungkinan hal itu dikarenakan NOBU 'dikawal' oleh pihak underwriter," imbuh Lukas, kepada KONTAN, akhir pekan lalu.Lebih jauh Lukas menjelaskan, maksud kata 'dikawal' itu adalah upaya underwriter, dalam hal ini Ciptadana Securities, untuk menjaga pergerakan saham NOBU supaya tidak turun. Caranya, underwriter menyiapkan duit khusus untuk membeli saham NOBU di pasar sekunder."Tentunya pihak underwriter tidak ingin harga saham kliennya di pasar terlihat menurun. Cara ini sudah umum dilakukan oleh mereka. Tunggu saja, tren saham NOBU yang seperti ini paling bertahan seminggu atau dua minggu ke depan," jelas Lukas.