Perajin Perak di Bali Sepi Pembeli



JAKARTA. Sejak dahulu, perak merupakan salah satu logam mulia yang banyak diminati orang. Apalagi jika dimanfaatkan untuk industri aksesori dan kerajinan. Walaupun, kilaunya masih satu tingkat di bawah emas. Tak heran jika industri perak tumbuh subur di Indonesia. Antara lain di Celug, Bali dan di Kotagede, Jogjakarta. Jika di Bali kebanyakan untuk pasaran ekspor, maka di Jogjakarta kebanyakan perak dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Salah satu perajin perak Bali yang jeli melihat peluang pasar perak adalah I Nyoman Jabud. Pria berusia 66 tahun ini sudah separuh abad menjalani usaha kerajinan perak ini. Nyoman Jabud pun menamai usahanya dengan nama Kahyangan. Pasalnya, Nyoman Jabud bercita-cita kerajinan perak buatannya bakalan terkenal. Sayangnya, sampai saat ini Nyoman Jabud mengaku belum berkesempatan menembus pasar luar negeri karena buta teknologi. Bermula sejak tahun 1955, Nyoman Jabud muda telah menimba ilmu menjadi perajin perak. Tak ayal, dia lantas mengesampingkan pendidikan ala sekolah. Pasalnya, Celug memang terkenal sebagai sentra kerajinan perak yang ilmunya diturunkan secara turun-temurun. Setelah dua tahun belajar, ia lalu diangkat menjadi tukang perajin perak di sebuah perusahaan perajin perak. Pekerjaan tersebut dilakoninya selama 10 tahun, sampai bisnis kerajinan perak benar-benar berurat akar padanya. Lalu, tahun 1974, resmilah Nyoman Jabud mendirikan Kahyangan. "Waktu itu, saya sudah pegang rahasia pembuatan kerajinan perak dan tahu bagaimana distribusi penjualannya," ujarnya enteng. Maka, dengan berbekal 20 gram emas dan perak murni seberat satu kilo, Jabud membuat dunia kerajinan perak Bali di Celug terkagum-kagum dengan karyanya. Lantaran, perak buatannya sangat bagus kualitasnya dan desainnya menarik. "Perak saya unggul karena memakai perak asli, bukan perak kasar, sehingga kualitasnya boleh diadu," ujar Nyoman yang mengaku belajar desain secara otodidak ini. Nyoman Jabud sendiri lebih memfokuskan diri untuk menjual perhiasan perak daripada hiasan dari perak. Satu set perhiasan peraknya dijual dengan harga minimal Rp 2 juta rupiah. Terdiri dari giwang, bros, dan cincin. Saban bulan, Nyoman Jabud mampu menjual 20 set perhiasan perak. Namun, Nyoman Jabud mengaku, hanya menerima margin sebesar 10% saja dari tiap set yang dijualnya. Karena, ia harus menghidupi pula 10 tukangnya. Menurut bapak tiga putra ini, penjualan sebanyak 20 set sehari termasuk kecil untuk tokonya di Jalan Raya Celug tersebut. "Saya juga heran, Celug sedang benar-benar sepi pengunjung," ujarnya. Padahal, Nyoman Jabud sangat mengandalkan penjualan langsung dari tokonya. Padahal, tahun 2009 nanti, Indonesia akan menghadapi imbas krisis global yang sedang melanda dunia. "Kalau memang perlu, saya akan berhemat dengan mengurangi tukang," keluhnya. Tidak seperti perajin perak Celug lainnya, Nyoman Jabud ternyata hanya menjual kerajinan peraknya untuk pasar lokal semata. "Saya tidak tahu-menahu bagaimana tata cara ekspor atau beriklan di internet. Nanti setelah saya pensiun, anak saya ada rencana untuk itu," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: