Pertumbuhan kredit perbankan diharapkan mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab, industri ini punya peranan penting dalam perekonomian sebagai lembaga intermediasi yang menyalurkan dana masyarakat ke dalam investasi aset produktif yang bisa mendorong produktivitas sektor riil, akumulasi kapital, dan pertumbuhan output agregat. Apalagi tahun ini adalah momentum tepat untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah kondisi makroekonomi dan sektor jasa keuangan yang kondusif. Maklum, industri perbankan memiliki kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia. Setidaknya lebih dari 50% roda ekonomi digerakkan perbankan. Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan memberikan asumsi untuk kredit perbankan tahun ini harus growth sampai Rp 483 triliun menjadi Rp 5.286 triliun agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 5,4% (APBN). Tak heran bila pertumbuhan penyaluran kredit perbankan melemah maka bisa menjadi salah satu indikasi pertumbuhan ekonomi tidak terakselerasi secara maksimal. Kalangan ekonom menilai, untuk dapat mendorong efektivitas pertumbuhan ekonomi 2018, salah satu asumsinya adalah penyaluran kredit harus meningkat menjadi 12,2% sedangkan dana pihak ketiga (DPK) di kisaran 11,6%. Dari sisi kredit, optimisme kredit perbankan 2018 dobel digit disampaikan Bank Indonesia (BI), dengan memprediksi pertumbuhan kredit perbankan tahun 2018 bisa lebih tinggi pada kisaran 9%-11% dibanding tahun 2017 yang hanya berada sebesar +9,0%.
Hal serupa juga disampaikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), melalui forecast pertumbuhan kredit perbankan yang lebih ekspansif di tahun 2018, yaitu sebesar 13%. Angka ini melampaui proyeksi 2017 yang hanya 8%–9%. Sisi DPK, pertumbuhan harga komoditas di tahun 2018 secara gradual jadi penopang tumbuhnya dana pihak ketiga (DPK) perbankan. Bagaimana peran dan fungsi kredit perbankan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi? Naik turunnya permintaan kredit perbankan salah satunya dipengaruhi oleh variabel tinggi rendahnya suku bunga perbankan. Apabila suku bunga turun, permintaan terhadap kredit akan meningkat, berlaku hukum ceteris paribus dan sebaliknya. Kenaikan permintaan kredit perbankan tersebut akan mendorong investasi, khususnya investasi langsung, dan pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah dan panjang. Adanya investasi langsung tersebut, misalnya pembelian atau konstruksi sebuah pabrik, pembelian tanah, peralatan atau bangunan; atau konstruksi peralatan atau bangunan yang baru, dapat menimbulkan efek pengganda berupa penyerapan tenaga kerja, permintaan bahan baku, hasil produksi, dan pembayaran pajak. Mekanisme tersebut akan mengakibatkan efek domino yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi baik di daerah maupun pusat. Ilustrasi di atas, didukung kajian empiris, seperti oleh Lee (2005) menjelaskan setidaknya terdapat dua kemungkinan hubungan antara variabel keuangan dan variabel riil. Hubungan pertama adalah bahwa perkembangan sektor keuangan mengikuti pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan kenaikan permintaan terhadap produk keuangan, sehingga menghasilkan kenaikan aktivitas pasar keuangan dan kredit. Dengan demikian, perkembangan sektor keuangan merupakan demand following. Hubungan kedua adalah perkembangan sektor keuangan merupakan determinan perkembangan ekonomi atau supply leading. Hipotesis ini menunjukkan kausalitas berasal dari perkembangan keuangan ke arah pertumbuhan riil, dimana perkembangan sektor keuangan merupakan necessary condition but not sufficient untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang sustainable. Syahfitri (2013) mengkaji kausalitas antara kredit perbankan dengan pertumbuhan ekonomi selama periode tahun 2000-2012. Berdasarkan uji kausalitas Granger, hasil studi tersebut menunjukkan terjadi hubungan kausalitas dua arah antara kredit perbankan dengan pertumbuhan ekonomi. Ini berarti terjadi hubungan kausalitas, kredit perbankan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap kredit perbankan. Transmisi kebijakan Untuk merangsang pertumbuhan kredit yang lebih ekspansif agar menjadi momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Transmisi kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) diharapkan menambah daya gedor kredit perbankan yang lebih efektif sehingga dapat menggerakkan sektor riil. Diperlukan peran serta aktif BI untuk mengeluarkan stimulus kebijakan moneter berupa pelonggaran likuiditas perbankan, melalui pertama, kebijakan suku bunga rendah. Per Februari 2018, suku bunga acuan BI 7-Day Repo Rate berada pada posisi 4,25%. Mazhab suku bunga rendah dilakukan BI untuk mendorong secara moneter pergerakan suku bunga kredit berada pada level yang yang diharapkan. Kebijakan moneter ini diharapkan dapat segera menurunkan bunga funding, yang kemudian berimbas pada penurunan bunga lending. Bunga lending yang turun, merangsang pelaku usaha untuk beraktivitas bisnis dengan memanfaatkan kredit perbankan dengan bunga rendah secara optimal. Kedua, relaksasi loan to value (LTV) secara spasial atau berbeda tiap regional diberlakukan secepat-cepatnya di awal tahun 2018. Relaksasi ini mempertimbangkan karakteristik industri otomotif dan properti tiap daerah yang berbeda-beda. Diharapkan kebijakan tersebut akan lebih mendorong intermediasi perbankan lebih kencang di daerah, terutama pada sektor industri otomotif dan properti. Ketiga, implementasi kebijakan pelonggaran giro wajib minimum (GWM) averaging, melalui porsi rata-rata dari 1,5% menjadi 2% dari DPK. Harapannya, aturan ini bisa memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas kepada bank, mengurangi volatilitas suku bunga di pasar uang, serta mendorong pendalaman pasar keuangan Indonesia.
Bank dapat memperkuat likuiditasnya, sehingga mampu menyalurkan kredit ke sektor riil lebih ekspansif. Kebijakan ini akan membantu bank menjadi lebih fleksibel dan efisien dalam pengelolaan likuiditas serta mengurangi risiko bank terhadap volatilitas tingkat suku bunga di pasar. Keempat, mengubah ketentuan loan to funding ratio (LFR) bagi bank konvensional dan financing to deposit ratio (FDR) bagi bank syariah menjadi rasio intermediasi makroprudensial (RIM) dengan target kisaran 80%–92%. RIM adalah komponen pembiayaan atau kredit serta simpanan diperluas dengan memasukkan baik surat-surat berharga yang dibeli maupun yang diterbitkan bank sehingga diharapkan mendorong fungsi intermediasi perbankan. Berjalannya transmisi kebijakan moneter ini akan berdampak terhadap membaiknya kinerja perbankan nasional. Pada gilirannya, ekonomi nasional tahun 2018 bisa dorong dan tumbuh sampai level 5,3%–5,4%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi