Peran perbankan penting bagi pertumbuhan ekonomi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri, peran perbankan memang tidak pernah bisa luput. Bagaimana tidak, perbankan sebagai lembaga intermediasi tentu menjadi salah satu faktor pemicu pergerakan ekonomi di seluruh sektor. 

Singkatnya, kenaikan permintaan kredit perbankan baik kredit konsumsi, modal kerja, ataupun investasi tentu akan mendorong daya beli, pertumbuhan usaha, sampai dengan peningkatan investasi. Di Indonesia sendiri, rasio aset perankan terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) masih baru sebesar 55,01% per akhir 2019 lalu menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Walau terlihat jumbo, faktanya posisi ini masih sangat jauh kalau dibandingkan dengan negara tetangga Indonesia seperti Malaysia, Thailand dan Singapura yang rasio aset perbankan terhadap PDB sudah sangat tinggi bahkan menembus 110%. 


Baca Juga: Bank syariah milik BUMN siap untuk dimerger

Ini artinya, perbankan dalam negeri masih punya ruang yang sangat besar untuk mendorong ekspansi. 

Pertumbuhan kredit perbankan pun sejatinya memang sudah menjadi fokus Pemerintah saat ini. Sebabnya, secara umum dalam mencapai visi pembangunan ekonomi Indonesia pada tahun 2045, pemerintah perlu mendorong percepatan reformasi struktural mengingat beberapa isu yang masih dihadapi antara lain rendahnya produktivitas nasional yang disebabkan oleh rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), gap infrastruktur,  serta rendahnya tingkat adopsi teknologi. 

Menurut Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede, dalam menjawab isu pembangunan tersebut, Indonesia perlu meningkatkan kapasitas pembiayaan domestik termasuk fungsi intermediasi perbankan serta kondisi inklusi keuangan yang masih dapat ditingkatkan kembali.

Walau di sisi lain, dalam situasi pandemi Covid-19 seperti saat ini fungsi intermediasi perbankan cenderung tidak optimal mengingat permintaan domestik cenderung melambat baik konsumsi dan investasi sehingga mendorong rendahnya permintaan kredit perbankan. 

Meskipun demikian, pemerintah, BI dan OJK berkoordinasi dan berupaya mengelola kondisi likuiditas perbankan mengingat dalam dua episode krisis yang dialami oleh perekonomian domestik, baik krisis keuangan Asia 1997-1998 dan krisis keuangan global 2008, likuiditas sektor keuangan khususnya perbankan perlu dikelola dalam kondisi yang sehat. 

"Dengan pengelolaan kondisi likuiditas sektor perbankan dalam kondisi yang sehat, maka stabilitas sektor perbankan pun dapat terwujud," katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (16/8).

Oleh sebab itu, dengan upaya mendorong stabilitas sektor perbankan, maka diharapkan fungsi intermediasi perbankan pada sektor riil pun diperkirakan akan tetap optimal. 

Ke depannya, selain percepatan reformasi struktural di sektor riil, pemerintah juga perlu mendorong pendalaman sektor keuangan terutama peningkatan inklusi keuangan di sektor perbankan.

Baca Juga: Pengguna LinkAja hampir mencapai 50 juta, 40% di luar Jawa

Peningkatan efisiensi, penguatan permodalan perbankan juga diharapkan dapat terwujud sedemikian sehingga fungsi intermediasi perbankan dapat terus meningkat untuk menjawab tantangan pembiayaan pembangunan ekonomi Indonesia untuk mencapai visi Indonesi 2045.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi