JAKARTA. Peran swasta dalam pembangunan infrastruktur kelistrikan masih sangat diperlukan walau pemerintah sudah memberikan kendali penuh ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, meski peran PLN ditambah namun PLN tidak bisa bekerja sendirian. Keterlibatan swasta menjadi kunci penting dalam penyediaan listrik, seperti dalam proyek 35 ribu megawatt (MW). Apalagi investasi untuk membangun pembangkit dan infrastruktur kelistrikan lainnya sangat besar. "Investasi sampai US$ 120 miliar, tentunya swasta paling tidak dibutuhkan. Separuh dari total investasi itu kan diharapkan dari swasta, US$ 50 miliar sampai US$ 60 miliar," ujarnya, Rabu (1/3). Untuk itu perlu adanya skema kerjasama yang bisa dilakukan PLN melalui anak perusahaan untuk mengoptimalisasi peran swasta. Apalagi dalam aturan baru, ada kewajiban bagi PLN membeli listrik atau membangun infrastruktur listrik bersama swasta walau PLN harus memiliki saham dominan paling tidak 51%. Dengan keharusan bagi PLN memiliki saham pengendali, maka kebutuhan modal yang akan dikeluarkan PLN semakin besar. Ini juga yang menuurt Fabby, akan mengurat keuangan negara. "Jadi kalau misalkan nilainya US$ 1 miliar, PLN harus menyediakan 51%," katanya.
Peran swasta di proyek listrik perlu dioptimalkan
JAKARTA. Peran swasta dalam pembangunan infrastruktur kelistrikan masih sangat diperlukan walau pemerintah sudah memberikan kendali penuh ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, meski peran PLN ditambah namun PLN tidak bisa bekerja sendirian. Keterlibatan swasta menjadi kunci penting dalam penyediaan listrik, seperti dalam proyek 35 ribu megawatt (MW). Apalagi investasi untuk membangun pembangkit dan infrastruktur kelistrikan lainnya sangat besar. "Investasi sampai US$ 120 miliar, tentunya swasta paling tidak dibutuhkan. Separuh dari total investasi itu kan diharapkan dari swasta, US$ 50 miliar sampai US$ 60 miliar," ujarnya, Rabu (1/3). Untuk itu perlu adanya skema kerjasama yang bisa dilakukan PLN melalui anak perusahaan untuk mengoptimalisasi peran swasta. Apalagi dalam aturan baru, ada kewajiban bagi PLN membeli listrik atau membangun infrastruktur listrik bersama swasta walau PLN harus memiliki saham dominan paling tidak 51%. Dengan keharusan bagi PLN memiliki saham pengendali, maka kebutuhan modal yang akan dikeluarkan PLN semakin besar. Ini juga yang menuurt Fabby, akan mengurat keuangan negara. "Jadi kalau misalkan nilainya US$ 1 miliar, PLN harus menyediakan 51%," katanya.