Peran swasta kian terjepit sepak terjang BUMN



JAKARTA. Paran swasta dalam pembangunan ekonomi Tanah Air semakin terjepit. Tidak hanya terjepit kondisi ekonomi yang lemah, peran swasta secara lambat tapi pasti juga tergantikan oleh perusahaan-perusahaan pelat merah milik negara (BUMN).

Saat ini, perusahaan BUMN tidak hanya mengambil peran membangun sektor-sektor ekonomi yang kurang menguntungkan, namun juga ke sektor-sektor bisnis menguntungkan yang selama ini menjadi ladang bisnis perusahaan-perusahaan swasta, seperti di bisnis properti.

Ambil contoh, PT PP Properti Tbk (PPRO). Setelah memiliki tiga hotel, perusahaan ini berencana membangun tiga hotel anyar pada tahun ini, yakni Hotel Park di Lombok, Surabaya, maupun Labuan Bajo.


Lalu ada PT Timah Karya Persada Properti, anak usaha PT Timah Tbk (TINS) yang juga akan memanfaatkan lahan induk perusahaan untuk bisnis properti. "Lahan tersebut kami bangun perumahan dan ruko," ujar Arief Syari, Direktur Utama PT Timah Karya Persada Properti, awal Februari lalu.

Hal yang sama dilakukan PT Jasa Marga Properti yang akan menggarap tiga proyek, terdiri dua hunian dan satu perkantoran pada tahun ini.

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagyo mengatakan, masuknya BUMN ke pelbagai lini memang membingungkan. Sebab, tidak ada kejelasan pembagian pekerjaan yang dilakukan anak usaha BUMN. "BUMN disuruh merangsek ke mana-mana. Kalau tidak ada, suruh bikin anak perusahaan, sehingga swasta tidak punya sisanya. Idealnya pemerintah dengan swasta berbagi," katanya.

Harus berbagi

Menurut Agus, BUMN seharusnya mengerjakan sektor yang kurang menguntungkan karena bisa mendapatkan suntikan modal berupa penyertaan modal negara (PMN). Jika ingin merangsek ke sektor yang menguntungkan, BUMN harusnya menggandeng swasta. "Yang menguntungkan dikerjakan swasta atau berdua," katanya.

Menurutnya, pemerintah juga harus bisa menarik garis jelas ihwal aturan bisnis BUMN. Jika tidak, swasta akan kian stagnan, sehingga bisa membuat perekonomian tidak bergerak. Untuk itu diperlukan aturan yang jelas.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan bilang, kontribusi investasi pemerintah dalam total investasi tidak terlalu besar, yaitu hanya sekitar 10%-15%. Sementara sisanya disumbang oleh investasi swasta. Investasi pemerintah seharusnya menjadi daya dorong investasi swasta, khususnya sektor infrastruktur. "Capex dari berbagai perusahaan, kami lihat ada perbaikan, tetapi tidak signifikan," katanya.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyatakan, pemerintah tidak menutup mata atas makin tingginya peran BUMN dalam ekonomi. Namun dia beralasan, pemerintah sudah memberi peran cukup besar kepada swasta di lini proyek APBN yang menguntungkan. "Kalau ada pekerjaan yang menggunakan APBN dan menguntungkan, pada prinsipnya pemerintah akan membuka kesempatan pada swasta," kata Darmin, Senin (6/3).

Namun Darmin bilang, persaingan di luar pekerjaan terkait APBN, pemerintah tidak akan ikut mengatur. Apalagi BUMN, menurutnya, juga memiliki keterbatasan.

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal Kemkeu Goro Ekanto mengatakan, sejumlah kebijakan sudah dikeluarkan untuk merangsang pertumbuhan swasta, seperti pemberian insentif fiskal. "Kebijakan fiskal ke depan akan lebih diarahkan ke sektor usaha bukan pelaku usahanya, melalui insentif fiskal atau memberi subsidi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia